FEATURE: Standar Keamanan NCAP, Not Good Enough

FEATURE: Standar Keamanan NCAP, Not Good Enough
MENGEMUDIKAN mobil di kota besar seperti Jakarta memang penuh tantangan, terutama saat rush hour. Penyebabnya bukan hanya lalu lintas yang begitu padat, tapi juga perilaku pengguna jalan yang sering kali mengejutkan seperti zig-zag, menggunakan telepon genggam saat mengemudi, pelanggaran rambu dan banyak lagi. Maka kecelakaan kecil sudah menjadi pemandangan biasa.

Jika melihat laporan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), angka kematian yang berhubungan dengan kecelakaan di jalan raya cukup mengerikan. Lebih dari 1,2 juta orang tewas setiap tahun, atau rata-rata 3.287 nyawa terenggut setiap hari. Dan yang lebih mengejutkan adalah 90 persen dari seluruh kecelakaan besar terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.

Menurut data yang dikeluarkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia, penyebab terbesar kecelakaan (69,7%) pada periode 2010-2016 adalah faktor manusia. Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan Stanford University, Amerika Serikat, dengan angka yang lebih fantastis: 90%. Maka tak heran jika, WHO mengeluarkan pendekatan safe system. Salah satunya adalah memperkuat faktor keamanan kendaraan untuk mengakomodasi human error sehingga melindungi para pengguna jalan. Di sinilah peran New Car Assessment Programmes (NCAP).

NCAP merupakan program pemerintah yang bertugas untuk mengevaluasi performa mobil baru dalam menghadapi berbagai ancaman kemanan. Badan ini pertama kali terbentuk di Washington, Amerika Serikat pada 1978. Lalu 15 kemudian, 1993, Australia mendirikan badan serupa bernama Australasian NCAP (ANCAP) untuk negara-negara Australia, New Zealand dan pulau-pulau di Laut Pasifik. Tak lama kemudian Jepang (JNCAP) sebagai salah satu negara produsen mobil terbesar ikut serta. Begitu pula dengan wilayah Eropa (Euro NCAP), Korea (KNCAP), Cina (C-NCAP), negara-negara Latin (Latin NCAP) dan yang terakhir, pada 2011, ASEAN (ASEAN NCAP) serta Global NCAP (GNCAP) sebagai payung semua NCAP di dunia.



Seperti Anda tahu, NCAP menguji mobil dengan cara melakukan crash test. Dasar pengujiannya berdasarkan tujuh perangkat keamanan standar dalam kendaraan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): sabuk pengaman, kuncian sabuk pengaman, perlindungan dari benturan depan, perlindungan dari benturan samping, Electronic Stability Control (ESC), perlindungan terhadap pejalan kaki, dan ISOFIX untuk child seat.

Berhubung setiap negara memiliki regulasi lalu lintas yang berbeda-beda, maka dasar pengujian masing-masing NCAP juga tak sama, tergantung dari tempat organisasi tersebut berada. Sebagai contoh, Euro NCAP, JNCAP dan ANCAP melakukan pengujian di empat area, yaitu Penumpang Dewasa, Penumpang Anak-anak, Pejalan Kaki dan Safety Assist.



Sementara itu, ASEAN NCAP dan Latin NCAP tak memperhitungkan faktor Pejalan Kaki. Maklum saja, regulasi di sebagian besar negara-negara di ASEAN dan Amerika Latin hanya mewajibkan 0 sampai 1 dari tujuh perangkat keamanan standar kendaraan, seperti yang dilaporkan oleh WHO.

Dengan absennya peraturan tersebut, produsen mobil bisa saja menjual produk yang tak legal di wilayah dengan policy ketat – atau bahkan menurunkan spesifikasinya – ke negara-negara yang regulasinya longgar seperti di ASEAN dan Amerika Latin. Jadi, mobil yang mendapatkan lima bintang dari ASEAN atau Latin NCAP sangat mungkin memiliki tingkat keamanan di bawah mobil dengan empat bintang dari Euro NCAP.



Lantas bagaimana cara mereka memilih mobil? Pada dasarnya, anggota NCAP menentukan mobil yang ada di area mereka untuk dites. Tapi, lagi-lagi, tiap wilayah punya kebijakan berbeda-beda. Di Eropa, mereka menguji paling sedikit satu mobil setiap tahun. Berhubung mustahil untuk memilih semua kendaraan baru yang masuk ke pasar, maka mereka mengambil model yang paling populer dan menarik. Biasanya Euro NCAP membeli sendiri mobil – secara anonim tentunya – di satu atau beberapa dealer seperti konsumen biasa.

Meski begitu, manufaktur juga dapat memberikan mobil mereka untuk dites dengan prosedur yang sama. Setiap pengujian membutuhkan paling banyak empat unit dalam satu model. Begitu mobil-mobil tersebut masuk laboratorium tes, Euro NCAP memberitahu manufaktur sekaligus meminta spesifikasinya. Jika terjadi perubahan pada spesifikasi terbaru, pihak pabrikan bisa meminta untuk menambahkan part yang sesuai. Tujuannya agar hasil pengujian sesuai dengan mobil terbaru yang beredar.



Seperti pada Euro NCAP, pemilihan mobil pada ASEAN NCAP berdasarkan model yang paling laku di pasaran atau memiliki isu tertentu. Mereka juga membeli mobil sendiri, meski tak menutup kemungkinan menerima mobil dari manufaktur. Bedanya, pemilihan kendaraan sangat tergantung dari ketersediaan sumber daya dalam periode fase pengujian dengan pertimbangan ada/tidaknya mobil, waktu pengujian, dan – ini uniknya – kondisi finansial. Pada dasarnya, mereka mengambil varian mobil yang memiliki fitur safety paling basic. Jumlah mobil yang dites tergantung dari kapasitas laboratorium dan lagi-lagi kekuatan finansial ASEAN NCAP.

Melihat perbedaan ini, timbul pertanyaan besar: apakah sebagian besar mobil-mobil yang beredar di pasar ASEAN, terutama Indonesia, cukup aman? Selama regulasi kita masih selonggar sekarang, sepertinya Anda harus ekstra hati-hati saat berkendara di tanah air.

MIRAH PERTIWI

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature