FEATURE: Mazda, Legacy of Persistency

FEATURE: Mazda, Legacy of Persistency
KAMI baru saja mendarat di Bandar Udara Fukuoka, Jepang, untuk menghadiri Mazda ASEAN Media Forum 2017. Sinar lembut matahari menembus jendela-jendela kaca besar. Udara musim dingin terasa tak terlalu menusuk pagi itu. Setelah melewati penerbangan dengan total selama 8 jam, kelelahan mulai terasa. Apalagi setelah melihat antrian imigrasi yang mengular panjang. Kami “terjebak” selama satu setengah jam dalam antrian tersebut sebelum akhirnya melangkahkan kaki ke area klaim bagasi.

Kami merupakan rombongan terakhir dari penerbangan itu. Seorang petugas bandara mendatangi kami dan berbicara dalam bahasa Jepang. Setelah menyerah karena kami sama sekali tidak mengerti apa yang ia katakan, pria tersebut meminta kami untuk mengikutinya. Rupanya mereka telah mengambil koper-koper kami dari conveyor belt dan menyusunnya dengan rapi untuk kami ambil.

I was impressed. Kami bukan penumpang business class, bukan pula tokoh penting atau penduduk Jepang. Tapi toh kami diperlakukan seperti keluarga. Nice gesture seperti ini mengkonfirmasikan pengetahuan saya mengenai salah satu nilai dalam budaya Jepang yang kaya: menjaga keharmonisan hubungan antar manusia. Inilah yang membuat mereka mengutamakan manusia, bukan materi. Maka ketika Mazda mengatakan bahwa nilai mereka adalah human oriented, semuanya menjadi clicked.

Seperti Anda tahu, Mazda mengusung “Zoom-Zoom” sejak 2001, setahun setelah perusahaan tersebut sedang terpuruk paling dalam sepanjang sejarah Mazda. Filosofi tersebut menggambarkan kegembiraan yang dirasakan manusia – terutama anak-anak – saat bergerak (emotion of motion). Dengan kata lain, keinginan manusialah yang diutamakan. Filosofi ini kemudian diturunkan menjadi Jinba-ittai, frasa dalam bahasa Jepang yang memiliki arti harfiah sebagai kesatuan antara penunggang dan kudanya. Dengan begitu, Mazda berupaya membuat mobil yang terasa seperti menyatu dengan pengemudinya.



Human oriented juga mereka terapkan dalam proses pembuatan mobil. Mereka mengusung teknologi Green Plant di pabriknya. Dengan slogan “people are brand” pada pabrik utama mereka di Hiroshima, Mazda mendorong para pekerja untuk melakukan inovasi demi mempermudah pekerjaan mereka sekaligus membuat produk yang baik. Ketika kami ke sana, saya melihat sebuah alat untuk rumah nail gun. Desain mekanisnya memungkinkan baut keluar persis dengan jumlah yang dibutuhkan untuk sebuah mobil saat nail gun diletakkan. Dan alat tersebut merupakan hasil karya beberapa pekerja di pabrik Mazda. Sayang, kami tak boleh mengambil fotonya. Tapi penemuan itu membuktikan bahwa human oriented  mendorong kreativitas dan berimbas pada efektivitas dan kualitas produk.

Kualitas mobil Mazda memang tak diragukan. Sebagai manufaktur dengan positioning unik – di atas pabrikan mobil mass production Jepang lain (Toyota, Honda, Nissan, Suzuki) tapi di bawah brand premium (Lexus, Infiniti) – Mazda ingin dipandang sebagai, mengutip ucapan Presiden Mazda ASEAN Hiroshi Inoue, kendaraan “alternatif berperforma serupa dengan mobil premium tapi lebih ekonomis”. Itulah sebabnya mereka mengedepankan teknologi tinggi dan craftsmanship demi bersaing dengan manufaktur premium.



Rangkaian teknologi yang menjadikan Mazda diminati adalah SkyActiv. Teknologi ini memungkinkan kerja mesin bensin maupun diesel jauh lebih efektif sehingga performanya bisa optimal dengan konsumsi bahan bakar seefisien mobil hybrid. SkyActiv begitu efektif sampai Toyota – perusahaan otomotif dengan jumlah penjualan dan produksi terbesar secara global – tertarik mendapatkannya dengan cara tukar teknologi dengan Mazda.

Ketika pabrikan lain sudah mulai beralih ke Electric Vehicle, kenapa Mazda masih berkutat dengan mesin konvensional? Menurut prediksi Mazda, perkembangan sumber tenaga kendaraan masih didominasi internal combustion engine (90%) sampai 2020. Penggunaan mesin listrik tergolong kecil ketimbang mesin konvensional dan hybrid (mesin konvensional plus listrik). Perlu Anda ketahui, Mazda merupakan perusahaan kecil dengan sumber daya terbatas sehingga mereka perlu memilih fokus secara cermat. Tapi di balik itu, mereka memiliki semangat tak kenal menyerah yang diwariskan oleh Jujiro Matsuda, pendiri Mazda (dilafalkan Matsuda di Jepang).



Saat bom atom jatuh di Hiroshima pada 1945, kota kelahiran Matsuda sekaligus tempat markas Mazda, sang pendiri menolak untuk meninggalkannya. Ia kembali membangun perusahaan tersebut dari nol dan membuat kendaraan roda tiga yang menjadi simbol dari kebangkitan Hiroshima. Kemudian pada 1960, Mazda kembali mengalami masalah finansial dan terancam menjadi sekadar pemasok bagi pabrikan mobil lain. Maka agar mereka tetap menjadi manufaktur mobil independen, Mazda membuat mesin rotary yang diperkenalkan oleh Felix Wankel pada awal 1960-an. Tentu saja prosesnya tak semudah itu. Mereka harus melakukan studi di Jerman Barat dan research yang panjang untuk menyempurnakan mesin rotary versi Wankel. Itu semua membuahkan hasil. Mazda Cosmo Sport yang diluncurkan pada 1967 menjadi mobil produksi massal pertama di dunia yang menggunakan mesin rotary.

Dari tahun ke tahun, Mazda telah membuktikan komitmen mereka untuk tidak tunduk pada tantangan. Mereka juga bersikeras untuk tetap menempatkan brand  positioning mereka di posisi “tanggung”. Dan mereka tak tergoda untuk mengalokasikan investasi di bidang research and development – tentunya memakan biaya tak sedikit – ke produksi besar-besaran untuk sekadar mencari volume dan penjualan. Tapi karakter “keras kepala” itulah yang membuat Mazda begitu istimewa dan itu terlihat dari mobil-mobil mereka.

MIRAH PERTIWI

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature