TEST DRIVE: All New Toyota C-HR, Personal Statement

CARVAGANZA sudah membahas mobil ini secara spesifik sebanyak dua kali, salah satunya adalah pada saat media test drive sehabis Indonesia International Motor Show (IIMS) 2018. Bahkan mobil ini terpilih sebagai satu dari delapan mobil Carvaganza’s Editors Choice 2018. Kini kami menuliskannya kembali untuk kepentingan test drive sekaligus menjawab pertanyaan dari para pembaca kenapa mobil ini mahal, sedangkan mobil lain sekelasnya lebih murah.
Menurut saya, All New Toyota C-HR adalah mobil Toyota yang memiliki desain paling menarik dibandingkan dengan mobil-mobil Toyota yang ada di pasar Indonesia saat ini. Coba sebut Toyota Sienta, Voxy, Yaris, Fortuner atau Alphard dan Velfire. Tidak ada yang menandingi daya tarik desain eksterior C-HR. Dari depan sampai belakang penuh lekukan yang membuat kendaraan terlihat agresif.
Secara eksterior, garis desain Toyota C-HR memang sangat berani hal ini merepresentasikan pasar yang ingin dituju oleh crossover 5 penumpang ini. Yaitu orang-orang yang dinamis dan senang berkendara.
Kap mesin dibuat seperti dome di tengahnya setelah itu di sisi kiri dan kanan terdapat semacam garis bahu. Kap mesinnya mirip dengan punya Vios. Grille pun dibuat berbeda dengan bentuk sedikit melancip di bagian nose.

Bagian samping pun memiliki desain dengan garis yang tegas dan menonjol, apalagi pada bagian belakangnya, ditandai dengan lampu belakang yang terlihat agresif. Hampir semua mata orang yang berpapasan dengan C-HR selalu melirik. Bahkan di jalanan Jakarta yang orangnya terkenal doyan menyerobot, ketika kami berpindah lajur atau pun bersilangan di persimpangan, mobil-mobil memberikan jalan. Hal itu tak akan terjadi kalau Anda membawa Sienta, Fortuner atau Voxy.
Saya tak perlu membahas soal interior dan fitur lebih dalam karena sudah kami bahas pada review sebelumnya secara lengkap. Yang menjadi pertanyaan kami sebagai jurnalis dan juga pecinta mobil, dengan harga Rp 490 juta on the road untuk tipe Two Tone yang kami coba mobil ini terlalu mahal. Minim fitur, semisal pengaturan jok pengemudi dan penumpang depan masih manual terkecuali pengaturan lumbar di jok pengemudi. Pintu bagasi pun masih sistem manual, belum elektrik.

Toyota C-HR memang sudah dilengkapi dengan Rear View Camera, Blind Spot Monitoring, Vehicle Stability Control (VSC), 7 SRS airbag, Hill Start Assist dan pengereman ABS, EBD dan BA, tapi banyak orang menganggap hal itu tidak sepadan dengan harganya. Saya cukup tergelitik untuk menelaahnya dan apa yang menjadikan mobil ini juga menjadi Carvaganza Editors Choice 2018.
Dibekali mesin berkode 2ZR-FBE 4 silinder segaris 16 valve DOHC VVT-I 1.5 liter, mobil ini menghasilkan 140 hp dan torsi maksimal 171 Nm. Mesin terasa halus dan karena dikombinasikan dengan CVT 7-kecepatan mode manual shiftmatic, tenaga di putaran rendah terasa tak nendang. Rasanya sangat linear, namun ketika di atas 2500 rpm, terasa lebih ‘nonjok.’ Perpindahan gigi transmisi sangat halus, bahkan tidak terasa. Anda baru merasakan perpindahan gigi transmisi jika menggunakan mode manual di mana tuas transmisi tinggal digeser ke kanan dan tinggal dipindahkan gigi naik atau turunnya. Terdapat pula fitur auto hold yang bisa difungsikan pada saat traffic stop and go atau di tanjakan.

Driving experience yang ditawarkan oleh Toyota C-HR benar-benar berbeda dengan line-up Toyota yang ada. Menurut saya, sensasi mengemudinya hampir mirip dengan Lexus NX yang pernah saya kemudikan. Bobot mobil 1.375 kg terasa enteng dengan paduan mesin 1.5 liter dan kerja setir electric power steering. Anda bisa merasakan bobot mobil dengan tendangan tenaga secara real dalam genggaman tangan di setir. Pada saat mode pengendaraan dipindahkan ke Normal atau Sport, mobil terasa lebih enteng. Pengendaraan terasa ringan dan komunikatif sehingga pengemudi dapat memberikan input secara akurat terhadap ragam kondisi jalan.
Kabin terasa senyap, insulasinya cukup baik. Bantingan suspensi terasa empuk, namun chassis tetap terasa stiff terutama ketika memakai mode Sport sehingga membuat mobil terasa stabil ketika menikung maupun bermanuver di jalan tol. Perpaduan dimensi mobil, ground clearance, bobot dan tenaga membuat membuat mobil terasa gesit di jalan raya. Body roll terasa minim salah satunya berkat fitur Vehicle Stability Control (VSC) sehingga kendaraan tetap stabil pada saat menikung atau pun berpindah jalur. Hal tersebut membuat pengemudi merasa percaya diri.

Toyota C-HR adalah makhluk yang completely different dibandingkan model Toyota lainnya. Dalam hal kualitas berkendara ia berada di par di atas model Toyota lainnya dengan menyuguhkan pengemudian dan pengendaraan yang lebih menyenangkan.
Inikah mobil ‘emosional’ yang dimaksud pabrikan sehingga harganya lebih mahal dibandingkan kompetitornya seperti Mazda CX-3 atau bahkan H-RV? Apa mungkin Toyota punya analogi yang saya maksud begini. Mobil ini adalah mobil ‘gaul’ yang menyuguhkan kualitas berkendara yang lebih dinamis dan mengincar segmen yang kecil, tapi ada. Pasalnya, pikiran orang selama ini selalu terpentok pada bahwa Toyota adalah mobil ‘massal’ yang kalau mengeluarkan setiap produknya dibeli banyak orang.

Saya ingin sedikit melencengkan analoginya kepada sepeda motor trail. Banyak orang yang beranggapan daripada beli motor trail lebih baik beli motor lain seperti metik yang memiliki harga sama bahkan lebih murah yang fiturnya lebih oke dan kalau dijual lagi harganya tak terlalu jatuh. Bayangkan, motor trail joknya tipis bikin sakit pantat, sistem kopeling, masih pakai rantai bukan belt, suspensi keras, tidak nyaman dan diceburin ke lumpur. Pengendaraannya bikin pegal tangan jika diriding jarak jauh.
Orang perlu tahu, main trail bukan sekadar riding, melainkan hobi dan personal statement konsumennya. Sama halnya mungkin dengan orang yang bertanya-tanya kenapa ada orang yang membeli motor sampai 600 juta? Bukannya lebih baik membeli mobil bukan?

Sulit diambil parameternya jika sudah masuk kategori hobi dan personal statement. Menurut saya, di sinilah Toyota C-HR berada. Ia menyasar konsumen Toyota yang sudah punya lebih dari 2 mobil di garasi rumahnya, mungkin sudah ada Toyota Fortuner, Camry, Sienta plus Alphard di garasi rumahnya. Atau mungkin brand lain dan orang-orang yang ingin menikmati berkendara. Orang-orang di level ini adalah orang-orang yang ingin mobil, bukan butuh mobil sehingga ukuran valuenya adalah personal value.
Kembali lagi, konsumen lah yang menentukan pilihan mobil yang ingin dibeli. Dan bagi saya, C-HR menawarkan perilaku mengemudi yang berbeda dengan mobil Toyota lainnya. Tak bosan dikendarai dan bikin nagih.
Toyota C-HR 2018
Layout kendaraan: Crossover/SUV, mesin depan, 5 pintu, 5 penumpang, FWD
Mesin: I-4 16 valve DOHC VVT-I 1.8L / 140 hp@ 6400 rpm / 171 Nm @ 4400
Transmisi: CVT 7-kecepatan
0 – 100 km/jam: -
Top speed: -
PxLxT: 4360 x 1795 x 1565 mm
Wheelbase: 2640 mm
Bobot kosong: -
Kapasitas tangki BBM: 50 liter
Rekomendasi BBM: Ron 95
EKA ZULKARNAIN
Menurut saya, All New Toyota C-HR adalah mobil Toyota yang memiliki desain paling menarik dibandingkan dengan mobil-mobil Toyota yang ada di pasar Indonesia saat ini. Coba sebut Toyota Sienta, Voxy, Yaris, Fortuner atau Alphard dan Velfire. Tidak ada yang menandingi daya tarik desain eksterior C-HR. Dari depan sampai belakang penuh lekukan yang membuat kendaraan terlihat agresif.
Secara eksterior, garis desain Toyota C-HR memang sangat berani hal ini merepresentasikan pasar yang ingin dituju oleh crossover 5 penumpang ini. Yaitu orang-orang yang dinamis dan senang berkendara.
Kap mesin dibuat seperti dome di tengahnya setelah itu di sisi kiri dan kanan terdapat semacam garis bahu. Kap mesinnya mirip dengan punya Vios. Grille pun dibuat berbeda dengan bentuk sedikit melancip di bagian nose.

Bagian samping pun memiliki desain dengan garis yang tegas dan menonjol, apalagi pada bagian belakangnya, ditandai dengan lampu belakang yang terlihat agresif. Hampir semua mata orang yang berpapasan dengan C-HR selalu melirik. Bahkan di jalanan Jakarta yang orangnya terkenal doyan menyerobot, ketika kami berpindah lajur atau pun bersilangan di persimpangan, mobil-mobil memberikan jalan. Hal itu tak akan terjadi kalau Anda membawa Sienta, Fortuner atau Voxy.
Saya tak perlu membahas soal interior dan fitur lebih dalam karena sudah kami bahas pada review sebelumnya secara lengkap. Yang menjadi pertanyaan kami sebagai jurnalis dan juga pecinta mobil, dengan harga Rp 490 juta on the road untuk tipe Two Tone yang kami coba mobil ini terlalu mahal. Minim fitur, semisal pengaturan jok pengemudi dan penumpang depan masih manual terkecuali pengaturan lumbar di jok pengemudi. Pintu bagasi pun masih sistem manual, belum elektrik.

Toyota C-HR memang sudah dilengkapi dengan Rear View Camera, Blind Spot Monitoring, Vehicle Stability Control (VSC), 7 SRS airbag, Hill Start Assist dan pengereman ABS, EBD dan BA, tapi banyak orang menganggap hal itu tidak sepadan dengan harganya. Saya cukup tergelitik untuk menelaahnya dan apa yang menjadikan mobil ini juga menjadi Carvaganza Editors Choice 2018.
Dibekali mesin berkode 2ZR-FBE 4 silinder segaris 16 valve DOHC VVT-I 1.5 liter, mobil ini menghasilkan 140 hp dan torsi maksimal 171 Nm. Mesin terasa halus dan karena dikombinasikan dengan CVT 7-kecepatan mode manual shiftmatic, tenaga di putaran rendah terasa tak nendang. Rasanya sangat linear, namun ketika di atas 2500 rpm, terasa lebih ‘nonjok.’ Perpindahan gigi transmisi sangat halus, bahkan tidak terasa. Anda baru merasakan perpindahan gigi transmisi jika menggunakan mode manual di mana tuas transmisi tinggal digeser ke kanan dan tinggal dipindahkan gigi naik atau turunnya. Terdapat pula fitur auto hold yang bisa difungsikan pada saat traffic stop and go atau di tanjakan.

Driving experience yang ditawarkan oleh Toyota C-HR benar-benar berbeda dengan line-up Toyota yang ada. Menurut saya, sensasi mengemudinya hampir mirip dengan Lexus NX yang pernah saya kemudikan. Bobot mobil 1.375 kg terasa enteng dengan paduan mesin 1.5 liter dan kerja setir electric power steering. Anda bisa merasakan bobot mobil dengan tendangan tenaga secara real dalam genggaman tangan di setir. Pada saat mode pengendaraan dipindahkan ke Normal atau Sport, mobil terasa lebih enteng. Pengendaraan terasa ringan dan komunikatif sehingga pengemudi dapat memberikan input secara akurat terhadap ragam kondisi jalan.
Kabin terasa senyap, insulasinya cukup baik. Bantingan suspensi terasa empuk, namun chassis tetap terasa stiff terutama ketika memakai mode Sport sehingga membuat mobil terasa stabil ketika menikung maupun bermanuver di jalan tol. Perpaduan dimensi mobil, ground clearance, bobot dan tenaga membuat membuat mobil terasa gesit di jalan raya. Body roll terasa minim salah satunya berkat fitur Vehicle Stability Control (VSC) sehingga kendaraan tetap stabil pada saat menikung atau pun berpindah jalur. Hal tersebut membuat pengemudi merasa percaya diri.

Toyota C-HR adalah makhluk yang completely different dibandingkan model Toyota lainnya. Dalam hal kualitas berkendara ia berada di par di atas model Toyota lainnya dengan menyuguhkan pengemudian dan pengendaraan yang lebih menyenangkan.
Inikah mobil ‘emosional’ yang dimaksud pabrikan sehingga harganya lebih mahal dibandingkan kompetitornya seperti Mazda CX-3 atau bahkan H-RV? Apa mungkin Toyota punya analogi yang saya maksud begini. Mobil ini adalah mobil ‘gaul’ yang menyuguhkan kualitas berkendara yang lebih dinamis dan mengincar segmen yang kecil, tapi ada. Pasalnya, pikiran orang selama ini selalu terpentok pada bahwa Toyota adalah mobil ‘massal’ yang kalau mengeluarkan setiap produknya dibeli banyak orang.

Saya ingin sedikit melencengkan analoginya kepada sepeda motor trail. Banyak orang yang beranggapan daripada beli motor trail lebih baik beli motor lain seperti metik yang memiliki harga sama bahkan lebih murah yang fiturnya lebih oke dan kalau dijual lagi harganya tak terlalu jatuh. Bayangkan, motor trail joknya tipis bikin sakit pantat, sistem kopeling, masih pakai rantai bukan belt, suspensi keras, tidak nyaman dan diceburin ke lumpur. Pengendaraannya bikin pegal tangan jika diriding jarak jauh.
Orang perlu tahu, main trail bukan sekadar riding, melainkan hobi dan personal statement konsumennya. Sama halnya mungkin dengan orang yang bertanya-tanya kenapa ada orang yang membeli motor sampai 600 juta? Bukannya lebih baik membeli mobil bukan?

Sulit diambil parameternya jika sudah masuk kategori hobi dan personal statement. Menurut saya, di sinilah Toyota C-HR berada. Ia menyasar konsumen Toyota yang sudah punya lebih dari 2 mobil di garasi rumahnya, mungkin sudah ada Toyota Fortuner, Camry, Sienta plus Alphard di garasi rumahnya. Atau mungkin brand lain dan orang-orang yang ingin menikmati berkendara. Orang-orang di level ini adalah orang-orang yang ingin mobil, bukan butuh mobil sehingga ukuran valuenya adalah personal value.
Kembali lagi, konsumen lah yang menentukan pilihan mobil yang ingin dibeli. Dan bagi saya, C-HR menawarkan perilaku mengemudi yang berbeda dengan mobil Toyota lainnya. Tak bosan dikendarai dan bikin nagih.
Toyota C-HR 2018
Layout kendaraan: Crossover/SUV, mesin depan, 5 pintu, 5 penumpang, FWD
Mesin: I-4 16 valve DOHC VVT-I 1.8L / 140 hp@ 6400 rpm / 171 Nm @ 4400
Transmisi: CVT 7-kecepatan
0 – 100 km/jam: -
Top speed: -
PxLxT: 4360 x 1795 x 1565 mm
Wheelbase: 2640 mm
Bobot kosong: -
Kapasitas tangki BBM: 50 liter
Rekomendasi BBM: Ron 95
EKA ZULKARNAIN
Featured Articles
- Latest
- Popular
Mobil Pilihan
- Latest
- Upcoming
- Popular
Updates
New cars
Drives
Review
Video
Hot Topics
Interview
Modification
Features
Community
Gear Up
Artikel Mobil dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature