FIRST DRIVE: Kencan Pertama dengan Toyota C-HR 2018

FIRST DRIVE: Kencan Pertama dengan Toyota C-HR 2018
JAKARTA, 3 Mei 2018 – Toyota C-HR menjadi sensasi tersendiri di Indonesia ketika diluncurkan pada tanggal 10 April 2018 lalu. Selain tampilannya yang berbeda, Toyota C-HR hadir dengan banderol paling mahal di kelas compact SUV. Setidaknya Rp 488,5 juta harus Anda siapkan untuk konsumen Indonesia demi membawa pulang Toyota C-HR.

Mahal atau tingginya harga C-HR menimbulkan rasa penasaran apa yang membuat PT Toyota-Astra Motor (TAM) menetapkan banderol tersebut. Beruntung, TAM berbaik hati untuk mengajak jurnalis otomotif termasuk Carvaganza untuk membuktikannya langsung. Acara ini diberi nama ’Media First Impression Toyota C-HR’ di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Rabu (2/5/2018) kemarin.

Ini menjadi kesempatan perdana bagi kami bercengkerama langsung bersama C-HR di atas aspal, setelah menyaksikannya saat peluncuran dan di Indonesia International Motor Show 2018, merasakan bagaimana “mahal” diterjemahkan pada kompetitor baru untuk Honda HR-V, Nissan Juke, Mazda CX-3 dan Chevrolet Trax ini.

“Teman-teman akan mencoba kenapa sih C-HR bisa setting harganya segitu, sehingga kesan mahalnya muncul dibandingkan dengan produk-produk yang sudah meluncur duluan. Padahal Toyota melihat C-HR ini adalah produk yang menggunakan platform TNGA kedua di dunia,” terang Rouli Sijabat, Public Relations Manager TAM saat membuka rangkaian acara.



Soal TNGA atau singkatan dari Toyota New Global Architecture, adalah platform generasi terbaru yang dikembangkan oleh Toyota selain untuk menignkatkan efisiensi sistem produksi model-model terbaru, juga untuk memungkinkan satu platform untuk digunakan ke lebih banyak jenis kendaraan dan tentunya menawarkan kesenangan dan ikatan emosional terhadap mobil itu sendiri.

Begitu masuk ke dalam kabin C-HR, saya langsung sedikit asing dengan posisi duduk di kursi kemudi yang terbilang rendah untuk sebuah SUV/crossover dengan tongkrongan tinggi. Ternyata sengaja Toyota merancangnya demikian demi mendapatkan low center of gravity, untuk performa lebih dinamis.

Saat mesin 1800cc dinyalakan dengan menekan Start Stop Button, getaran mesin nyaris tidak terasa dari dalam kabin, pun saat pintu ditutup yang langsung membuat kabin cukup kedap. Ini sudah menandakan bahwa C-HR punya tingkat NVH (Noise, Vibration, Harshness) yang cukup baik.



Respons awal saat mulai melaju, C-HR sangat halus, bukan hal baru karena memang itulah karakter dari mobil bertransmisi CVT atau singkatan dari Continous Variable Transmission, dimana C-HR memiliki 7 percepatan. Putaran bawah dari C-HR nyaman untuk diajak stop-and-go di tengah padatnya lalu lintas.

Menariknya, saat saya coba untuk injak gas dalam dengan cepat, mobil ini justru lebih responsif dalam memberikan torsi untuk akselerasi. Hampir tidak ada kesan ‘malas’ dalam delivery output mesin ke roda depan saat berakselerasi.

Penerapan electronic power steering menyajikan putaran setir yang ringan, sebagaimana mobil zaman sekarang. Namun karena Toyota mengembangkan C-HR untuk menyajikan sensasi kesenangan mengemudi, karakter kemudi tetap memberikan feeling ke tangan bagaimana perubahan permukaan jalan yang dilalui.



Peredaman suspensinya yang dalam kadar pas antara kaku dan lembut, memberikan kesan mewah dengan halusnya peredaman saat melalui jalan bergelomban. Sementara saat diajak bermanuver cukup kencang, suspensi C-HR mampu menahan gejala body roll, membuat handlingnya mendekati sebuah hatchback.

Terdapat tiga pilihan Drive Mode yang ada pada C-HR, yakni Eco, Normal dan Sport. Karena Toyota menjanjikan kesenangan pada C-HR, maka saya lalu mencoba mode Sport, yang bisa diakses melalui tombol di setir dan pengaturan di MID (Multi Information Display).

Saya coba bagaimana akselerasinya dengan menggunakan mode perpindahan manual pada transmisi. Gas diinjak habis, mesin pun langsung merespons dan sempat tertahan setidaknya 2 detik di putaran 2.000 rpm, sebelum kemudian meninggi dan berikan torsi maksimal 170 Nm.



Tidak banyak yang bisa saya lakukan di arena test drive di dalam Taman Impian Jaya Ancol ini, namun akselerasi C-HR cukup impresif. Meski menggunakan CVT, perpindahan manual saat akselerasi ternyata justru terjadi layaknya transmisi otomatis konvensional, di mana putaran mesin berubah setiap perpindahan ke gear lebih tinggi, di mana umumnya CVT putaran mesin selalu bertahan di atas.

Sepertinya mode Sport hanya mengubah karakter mesin dan transmisi menjadi lebih sigap, karena tidak terasa adanya perbedaan pada karakter kemudi dan suspensinya.

Sebenarnya masih banyak yang bisa dieksplorasi dari C-HR baik dari TNGA maupun teknologi dan fiturnya, namun terbatasnya waktu pada kesempatan ini memaksa saya fokus hanya pada impresi mengemudikannya. Siapa tahu di lain kesempatan kami bisa mendapatkan unit untuk lebih lama dieksplorasi lebih dalam.

WAHYU HARIANTONO

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature