FEATURE: Family Around The World, Petualangan Keluarga Keliling Dunia
JUDUL tulisan ini sama dengan website yang menginspirasi saya untuk menulis artikel perjalanan.Tentang sebuah keluarga yang dengan berani memutuskan berkeliling dunia dengan sebuah mobil. Sebuah perjalanan nan panjang, yang tidak dirancang dadakan.
Perjalanan ini menurut saya adalah sebuah perjalanan epic. Jarang sekali keluarga Indonesia yang berani memutuskan melakukan perjalanan jauh yang penuh dengan petualangan. Mungkin jika perorangan banyak yang melakukan, namun keluarga? Sepertinya tidak. Butuh keberanian yang tinggi untuk melakukannya, apalagi jika ada anggota keluarga yang masih kecil. Dan ini adalah sebuah keputusan yang sangat berani yang harus mengorbankan banyak hal.
Keluarga itu adalah keluarga Eelco. Terdiri dari Eelco Koudijs sebagai ayah, Vryedta Ilfia Koudijs sebagai ibu dan Raneshya Abelona dan Bramantyo Aditya sebagai putra-putrinya. Mereka telah memulai perjalanan keliling dunia sejak Juli 2018 dan sekarang ini masih terus melakukannya.
Kenapa sampai mengambil keputusan yang terbilang nekat itu? Di dalam tulisannya di web www.journeyofwonder.com, pasangan Eelco dan Vryedta (yang akrab dipanggil Iyel) tampaknya sudah jenuh duduk di sofa hanya menonton National Geographic tentang petualangan ke berbagai belahan dunia. Mereka juga memiliki mimpi yang sama untuk keliling dunia dan dipendam sudah sejak lama.
Hingga pada suatu malam pasangan suami istri itu membicarakan rencana berpetualang keliling dunia secara intens. Diskusi itu berlangsung sepanjang malam sampai subuh. Mereka merasa dunia saat ini menjadi tempat yang sangat berbeda dibandingkan dunia pada 20 atau 30 tahun lalu. Mereka merasa semua terkungkung di dalam teknologi yang membuat hidup begitu nyaman sehingga kenyamanan itu membuat orang takut untuk keluar dari zona nyaman itu sendiri.
Namun keputusan untuk menjelajahi dunia bukanlah persoalan gampang. Butuh waktu perenungan dan diskusi yang cukup lama, pasalnya banyak hal yang harus dipikirkan seperti sekolah anak-anak, kendaraan yang dipakai, kehidupan zona nyaman dan lain-lain. Akhirnya pada pada suatu malam mereka bersepakat untuk mewujudkan mimpi.
Persiapan pun dilakukan. Prinsip mereka adalah Learning is a journey, not a destination. Perjalanan bagi mereka merupakan pembelajaran, karenanya tidak penting seberapa jauh yang mesti dikejar, tapi berapa banyak yang bisa dipelajari dan diserap dari setiap tempat yang dikunjungi.
Bagaimana dengan sekolah kedua anaknya yang masih kecil? Pasangan Eelco dan Iyel meyakini sekolah itu penting, tapi belajar tidak mesti selalu di dalam ruangan. Dunia merupakan ruang belajar yang begitu luas. Selama perjalanan anak-anak akan belajar banyak tentang ragam budaya, agama, bahasa dan lain-lain.
Mereka sendiri mewajibkan anaknya belajar minimal 3 jam sehari selama weekdays (yang dilakukan dengan bergantian didampingi oleh orang tua minimal satu jam dan sisanya anak-anak belajar mandiri dengan diberikan tugas). Ranesha dan Bramantyo memang harus meninggalkan sekolahnya di Gandhi Memorial International School, namun selama perjalanan mereka membawa buku-buku pelajaran sekolah .
Persiapan lain yang didiskusikan adalah kendaraan yang dipakai. Mereka mesti mempertimbangkan kendaraan apa yang paling cocok untuk perjalanan lintas negara selama 3 – 4 tahun. Eelco dan Iyel menyadari bahwa kendaraan yang cocok bagi setiap pasangan atau keluarga tentu berbeda-beda, tergantung pada jumlah anggota, keluarga, gaya hidup, rute yang dilalui dan lain-lain.
Sejumlah mobil jadi pertimbangan. Mereka sempat mempertimbangkan campervan/RV yang ukurannya tidak kecil agar seluruh anggota keluarga merasa nyaman, tapi juga memudahkan jika melewati jalan-jalan yang agak sempit. Setelah Campervan dicoret, mereka juga sempat mempertimbangkan memakai truk ukuran tanggung yang bagian belakangnya bisa dimodifikasi untuk kamar, dapur sekaligus living room yang nyaman buat empat orang.
Bahkan gambar-gambar truk modifikasi yang diinginkan juga sudah dibawa ke karoseri untuk mendapatkan modif yang diinginkan. Namun,karena terbentur pada perijinan, mereka mengurungkan niat memodifikasi truk yang diinginkan pasalnya perusahaan karoseri tidak mau mengurus ijinnya.
Di tengah waktu yang terus berjalan, sempat juga mempertimbangkan caravan, tapi dengan sejumlah alasan mereka juga batalkan. Pilihan akhirnya jatuh pada Mitsubishi Pajero Dakar 4x4 yang oleh keluarga Eelco dinamai Capuccino. Kenapa Capuccino? Karena mobil berwarna putih ini akan berubah warna cappuccino setelah melewati jalur perjalanan yang mereka sukai.
Keluarga Eelco di dalam webnya menyebutkan bahwa mereka memilih Mitsubishi Pajero Dakar 4x4 karena pada perjalanan awal mereka akan banyak melewati rute yang membutuhkan kendaraan penggerak empat roda. Misalnya di Pamir Highway, Laos dan Afrika.
Nah untuk menunjang perjalanan, Capuccino mendapatkan sentuhan modifikasi di antaranya mengganti jok belakang dengan rak untuk meletakkan perlengkapan masak dan baju. Mereka juga menambahkan rak besi di atas atap agar bisa menaruh tenda rooftop dan peti berisi perlengkapan petualangan seperti jaket musim dingin, tenda living room, jerigen untuk stok BBM dan air serta peralatan snorkeling.
Mitsubishi Pajero Dakar tersebut dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga sebagai living room, storage, dapur, bathroom, toilet dan tempat belajar bagi anak-anak. “Masalah bathroom dan toilet adalah masalah yang sangat sensitif. Untuk menyiasatinya kami membawa portable closet sehingga anak-anak tetap merasa nyaman, selain memanfaatkan fasilitas toilet publik. Namun kami memikirkan kalau-kalau kami berada di sebuah daerah di Afrika yang agak sulit,” ujar Eelco.
Hari yang ditunggu tiba. Tanggal 13 Juli 2018 mereka memulai perjalanan yang sangat bersejarah. Mereka akan melintasi sekitar 35 negara dalam waktu setahun. Mobilnya, Cappuccino, sudah berangkat 5 hari lebih dulu dengan kapal Roro dan sudah tiba dengan aman di Pontianak, sementara Eelco beserta tiga anggota keluarganya menyusul ke sana.
Dari sini petualangan seru di mulai. Mereka langsung meluncur menuju perbatasan Indonesia – Malaysia di Entikong melewati Trans Kalimantan. Malaysia menjadi negara persinggahan pertama dalam perjalanannya keliling dunia. Seperti dikutip dari keterangan Eelco kepada www.detik.com, "Kami tiba di kota Kuching pkl 20.30. Langsung check in di Majestic Riverside Hotel, makan malam cepat dan tidur kelelahan,” katanya.
“Bangun pagi hari dengan badan yang masih pegal-pegal dan lemas. Setelah makan, mesti langsung re-packing cepat dan mengantar Cappuccino ke pihak cargo. Ternyata packing sekian banyak barang agar bisa terkunci didalam peti dimobil, sangatlah tidak mudah. Kami baru bisa menyelesaikan packing jam 11.00 siang. Langsung meluncur menuju cargo.”
"Tapi ada yang aneh, nama kantor cargo tersebut berbeda dengan nama kantor yang selama ini kami kontak. Keanehan semakin terasa, setelah kami serahkan Cappuccino, sang staff menjelaskan bahwa kapal baru akan jalan tgl 17 Juli (semestinya tgl 15 Juli 2018), mobil sendiri baru bisa masuk kapal tgl 16 pagi, saat itu masih tgl 14 Juli pagi. Lalu kenapa kami mesti diburu-buru sampai kami begitu tegangnya. Hal lainnya, jika jadwal kapal mundur, bagaimana dengan jadwal kami. Itu berarti jadwal kami juga berubah banyak, karena mundur 2 hari dari rencana semula. Banyak dari rencana yang mesti dirombak dan itu tidak mudah," tambahnya.
Dari Kuching, Sarawak, mereka kemudian menyeberang ke Malaysia, Thailand, Laos, China (Tiongkok), Tibet dan Kyrgyztan. Sampai tulisan ini diturunkan, keluarga pemberani ini sudah sampai di Tajikistan pada (13/1) dan masih akan terus melakukan penjelajahan ke belahan dunia yang lain.
Jika Anda ingin mengikuti petualangan Keluarga Eelco, bisa dilihat di Instagram journeyofwonder dan aku Facebook Journey of Wonder. Fotonya keren-keren.
EKA ZULKARNAIN
Perjalanan ini menurut saya adalah sebuah perjalanan epic. Jarang sekali keluarga Indonesia yang berani memutuskan melakukan perjalanan jauh yang penuh dengan petualangan. Mungkin jika perorangan banyak yang melakukan, namun keluarga? Sepertinya tidak. Butuh keberanian yang tinggi untuk melakukannya, apalagi jika ada anggota keluarga yang masih kecil. Dan ini adalah sebuah keputusan yang sangat berani yang harus mengorbankan banyak hal.
Keluarga itu adalah keluarga Eelco. Terdiri dari Eelco Koudijs sebagai ayah, Vryedta Ilfia Koudijs sebagai ibu dan Raneshya Abelona dan Bramantyo Aditya sebagai putra-putrinya. Mereka telah memulai perjalanan keliling dunia sejak Juli 2018 dan sekarang ini masih terus melakukannya.
Kenapa sampai mengambil keputusan yang terbilang nekat itu? Di dalam tulisannya di web www.journeyofwonder.com, pasangan Eelco dan Vryedta (yang akrab dipanggil Iyel) tampaknya sudah jenuh duduk di sofa hanya menonton National Geographic tentang petualangan ke berbagai belahan dunia. Mereka juga memiliki mimpi yang sama untuk keliling dunia dan dipendam sudah sejak lama.
Hingga pada suatu malam pasangan suami istri itu membicarakan rencana berpetualang keliling dunia secara intens. Diskusi itu berlangsung sepanjang malam sampai subuh. Mereka merasa dunia saat ini menjadi tempat yang sangat berbeda dibandingkan dunia pada 20 atau 30 tahun lalu. Mereka merasa semua terkungkung di dalam teknologi yang membuat hidup begitu nyaman sehingga kenyamanan itu membuat orang takut untuk keluar dari zona nyaman itu sendiri.
Namun keputusan untuk menjelajahi dunia bukanlah persoalan gampang. Butuh waktu perenungan dan diskusi yang cukup lama, pasalnya banyak hal yang harus dipikirkan seperti sekolah anak-anak, kendaraan yang dipakai, kehidupan zona nyaman dan lain-lain. Akhirnya pada pada suatu malam mereka bersepakat untuk mewujudkan mimpi.
Persiapan pun dilakukan. Prinsip mereka adalah Learning is a journey, not a destination. Perjalanan bagi mereka merupakan pembelajaran, karenanya tidak penting seberapa jauh yang mesti dikejar, tapi berapa banyak yang bisa dipelajari dan diserap dari setiap tempat yang dikunjungi.
Bagaimana dengan sekolah kedua anaknya yang masih kecil? Pasangan Eelco dan Iyel meyakini sekolah itu penting, tapi belajar tidak mesti selalu di dalam ruangan. Dunia merupakan ruang belajar yang begitu luas. Selama perjalanan anak-anak akan belajar banyak tentang ragam budaya, agama, bahasa dan lain-lain.
Mereka sendiri mewajibkan anaknya belajar minimal 3 jam sehari selama weekdays (yang dilakukan dengan bergantian didampingi oleh orang tua minimal satu jam dan sisanya anak-anak belajar mandiri dengan diberikan tugas). Ranesha dan Bramantyo memang harus meninggalkan sekolahnya di Gandhi Memorial International School, namun selama perjalanan mereka membawa buku-buku pelajaran sekolah .
Persiapan lain yang didiskusikan adalah kendaraan yang dipakai. Mereka mesti mempertimbangkan kendaraan apa yang paling cocok untuk perjalanan lintas negara selama 3 – 4 tahun. Eelco dan Iyel menyadari bahwa kendaraan yang cocok bagi setiap pasangan atau keluarga tentu berbeda-beda, tergantung pada jumlah anggota, keluarga, gaya hidup, rute yang dilalui dan lain-lain.
Sejumlah mobil jadi pertimbangan. Mereka sempat mempertimbangkan campervan/RV yang ukurannya tidak kecil agar seluruh anggota keluarga merasa nyaman, tapi juga memudahkan jika melewati jalan-jalan yang agak sempit. Setelah Campervan dicoret, mereka juga sempat mempertimbangkan memakai truk ukuran tanggung yang bagian belakangnya bisa dimodifikasi untuk kamar, dapur sekaligus living room yang nyaman buat empat orang.
Bahkan gambar-gambar truk modifikasi yang diinginkan juga sudah dibawa ke karoseri untuk mendapatkan modif yang diinginkan. Namun,karena terbentur pada perijinan, mereka mengurungkan niat memodifikasi truk yang diinginkan pasalnya perusahaan karoseri tidak mau mengurus ijinnya.
Di tengah waktu yang terus berjalan, sempat juga mempertimbangkan caravan, tapi dengan sejumlah alasan mereka juga batalkan. Pilihan akhirnya jatuh pada Mitsubishi Pajero Dakar 4x4 yang oleh keluarga Eelco dinamai Capuccino. Kenapa Capuccino? Karena mobil berwarna putih ini akan berubah warna cappuccino setelah melewati jalur perjalanan yang mereka sukai.
Keluarga Eelco di dalam webnya menyebutkan bahwa mereka memilih Mitsubishi Pajero Dakar 4x4 karena pada perjalanan awal mereka akan banyak melewati rute yang membutuhkan kendaraan penggerak empat roda. Misalnya di Pamir Highway, Laos dan Afrika.
Nah untuk menunjang perjalanan, Capuccino mendapatkan sentuhan modifikasi di antaranya mengganti jok belakang dengan rak untuk meletakkan perlengkapan masak dan baju. Mereka juga menambahkan rak besi di atas atap agar bisa menaruh tenda rooftop dan peti berisi perlengkapan petualangan seperti jaket musim dingin, tenda living room, jerigen untuk stok BBM dan air serta peralatan snorkeling.
Mitsubishi Pajero Dakar tersebut dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga sebagai living room, storage, dapur, bathroom, toilet dan tempat belajar bagi anak-anak. “Masalah bathroom dan toilet adalah masalah yang sangat sensitif. Untuk menyiasatinya kami membawa portable closet sehingga anak-anak tetap merasa nyaman, selain memanfaatkan fasilitas toilet publik. Namun kami memikirkan kalau-kalau kami berada di sebuah daerah di Afrika yang agak sulit,” ujar Eelco.
Hari yang ditunggu tiba. Tanggal 13 Juli 2018 mereka memulai perjalanan yang sangat bersejarah. Mereka akan melintasi sekitar 35 negara dalam waktu setahun. Mobilnya, Cappuccino, sudah berangkat 5 hari lebih dulu dengan kapal Roro dan sudah tiba dengan aman di Pontianak, sementara Eelco beserta tiga anggota keluarganya menyusul ke sana.
Dari sini petualangan seru di mulai. Mereka langsung meluncur menuju perbatasan Indonesia – Malaysia di Entikong melewati Trans Kalimantan. Malaysia menjadi negara persinggahan pertama dalam perjalanannya keliling dunia. Seperti dikutip dari keterangan Eelco kepada www.detik.com, "Kami tiba di kota Kuching pkl 20.30. Langsung check in di Majestic Riverside Hotel, makan malam cepat dan tidur kelelahan,” katanya.
“Bangun pagi hari dengan badan yang masih pegal-pegal dan lemas. Setelah makan, mesti langsung re-packing cepat dan mengantar Cappuccino ke pihak cargo. Ternyata packing sekian banyak barang agar bisa terkunci didalam peti dimobil, sangatlah tidak mudah. Kami baru bisa menyelesaikan packing jam 11.00 siang. Langsung meluncur menuju cargo.”
"Tapi ada yang aneh, nama kantor cargo tersebut berbeda dengan nama kantor yang selama ini kami kontak. Keanehan semakin terasa, setelah kami serahkan Cappuccino, sang staff menjelaskan bahwa kapal baru akan jalan tgl 17 Juli (semestinya tgl 15 Juli 2018), mobil sendiri baru bisa masuk kapal tgl 16 pagi, saat itu masih tgl 14 Juli pagi. Lalu kenapa kami mesti diburu-buru sampai kami begitu tegangnya. Hal lainnya, jika jadwal kapal mundur, bagaimana dengan jadwal kami. Itu berarti jadwal kami juga berubah banyak, karena mundur 2 hari dari rencana semula. Banyak dari rencana yang mesti dirombak dan itu tidak mudah," tambahnya.
Dari Kuching, Sarawak, mereka kemudian menyeberang ke Malaysia, Thailand, Laos, China (Tiongkok), Tibet dan Kyrgyztan. Sampai tulisan ini diturunkan, keluarga pemberani ini sudah sampai di Tajikistan pada (13/1) dan masih akan terus melakukan penjelajahan ke belahan dunia yang lain.
Jika Anda ingin mengikuti petualangan Keluarga Eelco, bisa dilihat di Instagram journeyofwonder dan aku Facebook Journey of Wonder. Fotonya keren-keren.
EKA ZULKARNAIN
Featured Articles
- Latest
- Popular
Artikel yang mungkin menarik untuk Anda
Mobil Pilihan
- Latest
- Upcoming
- Popular
Updates
New cars
Drives
Review
Video
Hot Topics
Interview
Modification
Features
Community
Gear Up
Artikel Mobil dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature