FEATURE: Car As “Third Place”, Social Machine

FEATURE: Car As “Third Place”, Social Machine
Perkembangan di dunia otomotif begitu pesatnya sampai terkadang menakutkan. Belum lama ini Anda menabung untuk membeli mobil impian. Kemudian Anda melihat tren car sharing di negara-negara maju yang memungkinkan kita untuk mengendarai mobil idaman tanpa harus memilikinya. Dan seperti baru kemarin Anda beradaptasi dengan Collision Mitigating System – fitur yang secara aktif mencegah tabrakan. Lalu tiba-tiba Anda mendengar perusahaan taksi online menggunakan self-driving car sebagai armada mereka.

Albert Einstein pernah berkata, “I never think of future, it comes soon enough.” Masa depan memang datang dengan cepat. Tapi tak ada salahnya kita memikirkan hal itu. Self-driving car sudah bukan lagi hanya ada di film-film science fiction atau komik futuristik a la The Jetsons. Teknologi tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah teknologi itu aman?

Anda mungkin pernah mendengar kasus kecelakaan Uber dengan armada self-driving car yang menewaskan pejalan kaki pada Mei 2018. Memang, setelah dilakukan penyelidikan, ternyata fitur emergency braking dimatikan oleh manusia. Jadi kesalahan bukan pada komputer. Tapi tetap saja, kejadian tersebut membuat kita khawatir. Apakah kita bisa mempercayai fully autonomous vehicle? Ya. Tidak sekarang, tapi tak lama lagi. Ketakutan ini sama seperti ketika pertama kali pengemudi menyerahkan kendali pada transmisi otomatis.



Tapi tulisan ini tak membahas plus-minum self-driving car. Let’s go beyond that. Faktanya, fully autonomous vehicles akan menjadi bagian sehari-hari, begitu pula dengan car sharing. When the time comes, apa yang akan terjadi? Ya, akan semakin banyak orang yang tak bisa mengemudi seperti anak-anak sekarang yang tak lagi terbiasa menulis dengan tangan di atas kertas.

Tak hanya itu. Perhatian kita beralih dari pengemudi menjadi penumpang. Alhasil kita menggunakan waktu di mobil untuk bekerja, bermain, dan berinteraksi satu sama lain. Persepsi kita terhadap kendaraan pun menjadi berubah.



Mobil tak lagi sekadar menjadi alat untuk membawa kita dari satu titik ke titik lain. Ia akan bertransformasi menjadi tempat bersosialisasi atau “third place” – istilah yang digunakan bapak sosiologi urban, Ray Oldenburg, dalam buku The Great Good Place lansiran 1989. Third place merupakan tempat bersosialisasi yang terpisah dari first place (rumah) dan second place (kantor).
Mobil nantinya akan bertransformasi menjadi tempat bersosialisasi atau “third place”.

Biasanya, istilah ini untuk menyebutkan kafe, taman, atau lokasi hangout lainnya. Melihat tren car sharing dan driveless car, bukan mustahil mobil bertambah fungsinya. Kita akan semakin sering berada dalam satu mobil dengan penumpang lain tanpa ada yang harus mengemudi. Di situlah aktivitas sosialisasi terjadi.



Hal ini diperkuat pergeseran desain interior dari berbagai mobil konsep yang diperkenalkan para pabrikan maupun perusahaan teknologi. Kabin mobil tak lagi konsevatif. Misalnya Volvo yang memperkenalkan mobil konsep driveless mereka, Volvo 360c, pada September lalu. Mårten Levenstam, senior VP corporate strategy Volvo mengatakan, “Kami tak tahu seperti apa masa depan autonomous drive. Tapi tentunya akan memiliki dampak besar mengenai bagaimana kita berpindah tempat (travel), bagaimana kita mendesain kota, dan bagaimana kita menggunakan infrastruktur.”

Volvo memprediksi dampak tersebut dan menuangkannya dalam mobil konsep driveless mereka. Manufaktur asal Swedia tersebut melengkapi Volvo 360c dengan perabot a la Ikea. Anda akan menemukan meja, “sofa” yang bisa diposisikan sehingga berhadapan, dan bahkan tempat tidur. Mereka mengatakan bahwa kabin ini memungkinkan Anda melakukan empat aktivitas utama: tidur, bekerja, relaksasi dan interaksi sosial.



Visi serupa juga dimiliki Rinspeed. Pada CES – pameran teknologi internasional terbesar – tahun lalu yang berlangsung Januari 2017, manufaktur mobil sekaligus desainer tuning asal Swiss tersebut memulai world tour mobil konsep Oasis yang bertema “The 3rd Living Space of The Future”. Frank Rinderknecht, CEO Rinspeed, mengatakan, “Saya percaya mobil akan berubah drastis dari yang ada sekarang. Semuanya akan memiliki interior yang sama sekali berbeda dan tak hanya mengusung mobility dan teknologi, tapi juga mobility dan third living spaces.”

Berdasarkan pikiran Rinderknect, kabin Oasis tak seperti mobil yang Anda kenal saat ini. Mobil itu dilengkapi jok bagaikan sofa yang nyaman dengan bahan kulit ramah lingkungan dan televisi. Menariknya, Rinspeed juga membekalinya dengan area untuk tanaman pot kecil bagaikan di kafe. Sebagai share car, Anda bisa mengetahui apakah mobil ini available untuk digunakan atau tidak melalui internet.



Hyundai melangkah lebih jauh lagi. Manufaktur asal Korea tersebut mengaburkan batasan antara rumah dengan mobil dan menamakan konsep tersebut sebagai “Mobility Vision”. Mobil akan terintegrasi dengan Smart House dan menjadi bagian dari rumah itu sendiri. Perabotannya pun bisa dipindah-pindah sesuai keinginan. Hak Su Ha, Direktur Hyundai Design Center, menjelaskan, “Pembauran mobil dengan rumah atau tempat kerja membuat penggunanya dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan, baik itu sosialisasi, bekerja, ataupun berpindah tempat.”

Persepsi dipengaruhi oleh dunia di sekitar kita. Dengan pergeseran teknologi dan desain interior mobil, sangat mungkin persepsi kita terhadap mobil juga akan berubah. Siapkah Anda?

MIRAH PERTIWI

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature