Tantangan Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia: Infrastruktur, Servis, dan Standar Baterai
Banyak hal yang perlu dibenahi untuk membangun industri dan pasar kendaraan listrik di Indonesia.

JAKARTA, Carvaganza - Pertumbuhan pasar kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) di Indonesia menunjukkan potensi yang menjanjikan, seiring dengan komitmen global terhadap energi terbarukan dan keberlanjutan. Namun, di tengah optimisme tersebut, masih terdapat sejumlah hambatan utama yang perlu diatasi agar ekosistem EV di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan.
KEY TAKEAWAYS
Apa tantangan utama dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia?
Tantangan utamanya adalah terbatasnya stasiun pengisian daya (SPKLU), minimnya bengkel khusus kendaraan listrik, serta belum adanya standar interoperabilitas dan keamanan baterai yang wajib.Apa itu interoperabilitas baterai EV?
Interoperabilitas baterai adalah kemampuan baterai dari berbagai merek EV untuk digunakan secara bergantian dalam sistem pengisian daya yang sama, tanpa terbatas pada satu merek saja.Populix, perusahaan riset berbasis teknologi, bekerja sama dengan Forum Wartawan Otomotif (Forwot) mengadakan sebuah diskusi panel bertajuk dinamika perkembangan pasar EV di Tanah Air, Selasa (1/7/2025) lalu. Sejumlah pakar industri turut hadir untuk memetakan tantangan yang masih membayangi adopsi kendaraan listrik.
Keterbatasan Infrastruktur Pengisian Daya
Salah satu hambatan utama yang diungkapkan adalah masih minimnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
“Pertama keberadaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum, ini menjadi barrier utama kenapa responden tidak mau membeli mobil listrik,” ungkap Susan Adi Putra, Associate Head Research for Automotive, Populix.

Sebagai respons, PT PLN (Persero) terus memperluas jaringan pengisian daya. Hingga Maret 2025, telah tersedia 3.772 unit SPKLU, yang tersebar di:
- Jawa: 2.667 unit
- Sumatra: 442 unit
- Kalimantan: 217 unit
Selain itu, produsen kendaraan listrik juga ikut berperan dengan menghadirkan stasiun pengisian di pusat layanan mereka, meskipun skalanya masih terbatas.
Baca Juga: Bentuknya Mungil, Tapi GWM Ora 03 Dijejali 15 Fitur ADAS
Minimnya Akses Servis dan Bengkel Khusus EV
Masalah berikutnya adalah terbatasnya layanan purna jual, terutama bengkel untuk kendaraan listrik, termasuk perbaikan non-elektrikal. Jarak antardealer yang jauh juga menjadi faktor penghambat.
Menanggapi hal ini, William Kusuma, Head of CEO Office Alva, menyampaikan upaya pihaknya untuk memperluas akses servis. “Kami memastikan setidaknya ada empat bengkel yang bisa melayani kendaraan listrik di setiap satu buah dealer. Hingga saat ini ALVA telah mendukung hadirnya 46 bengkel yang mendukung servis kendaraan listrik di Indonesia," kata William.
Ia berharap, inisiatif serupa juga diterapkan oleh produsen EV lain agar adopsi kendaraan listrik berjalan lebih lancar.

Tantangan Interoperabilitas dan Regulasi Baterai
Evvy Kartini, pendiri National Battery Research Institute, menyoroti persoalan interoperabilitas baterai—yakni belum adanya keseragaman antara merek kendaraan dan jenis pengisian daya.
“Harapannya dengan standarisasi yang sama, masyarakat semakin mudah untuk me-charge kendaraan listrik mereka, dan kemudian mendorong adopsi kendaraan listrik,” ujar Evvy.
Menurutnya, kemampuan baterai dari berbagai merek untuk saling digunakan dalam sistem pengisian daya yang sama adalah kunci efisiensi dan kenyamanan. Tanpa standar ukuran dan teknologi yang seragam, pemilik EV akan kesulitan mengisi daya di luar jaringan diler resmi.
Ia juga menekankan pentingnya aspek keamanan baterai, yang hingga kini belum sepenuhnya diatur secara wajib di Indonesia. Padahal standar SNI 8872 terkait keamanan baterai sudah tersedia sejak 2019, namun belum menjadi regulasi wajib dari pemerintah.

Menuju Adopsi EV yang Lebih Luas
“Harapannya, diskusi yang juga dihadiri oleh para pelaku industri kendaraan bermotor ini dapat semakin mendorong pengembangan lanskap juga adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Dengan tujuan akhir mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,” tutup Susan Putra.
Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan konsumen, Indonesia diharapkan mampu memperkuat fondasi ekosistem kendaraan listrik dan mempercepat transisi menuju mobilitas rendah emisi.
(SETYO ADI / WH)
Baca Juga:
Amalfi Tanpa Versi Spider Seperti Roma, Ferrari: Kami Tidak Bisa Ditebak
Jetour X50e Siap Debut di GIIAS 2025, Begini Perkiraan Spesifikasinya
Suzuki Fronx Pakai Transmisi AT Biasa Bukannya CVT, Ini Alasannya
Featured Articles
- Latest
- Popular
Artikel yang mungkin menarik untuk Anda
Mobil Pilihan
- Latest
- Upcoming
- Popular
Updates
New cars
Drives
Review
Video
Hot Topics
Interview
Modification
Features
Community
Gear Up
Artikel Mobil dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature