FEATURE: Mazda Vision, The Future Is in Human Hands

FEATURE: Mazda Vision, The Future Is in Human Hands
UDARA DINGIN menyergap saat saya melangkah keluar dari pintu otomatis New Chitose Airport di Hokkaido, Jepang. Butiran-butiran salju menghiasi gelapnya malam itu. Laporan cuaca menyebutkan suhu berada di kisaran -2 derajat Celsius, tapi angin membuatnya terasa seperti -8 derajat Celsius. Dan dalam tiga hari berikutnya, temperatur akan terus turun sampai -14 derajat Celcius. Saya sudah siap. Sarung tangan, jaket tebal, lengkap dengan penutup kepala dan telinga saya kenakan. Saatnya menikmati dinginnya winter negara Matahari Terbit.

Saya dan beberapa jurnalis dari media di negara-negara ASEAN hadir di bagian utara Jepang ini bukan untuk bermain salju atau merasakan musim dingin yang tak kami miliki di negara masing-masing. Kami diundang untuk mengikuti Mazda ASEAN Media Forum 2018. Inilah kali kedua Carvaganza menghadiri forum Mazda yang diadakan setiap tahun sehingga saya kembali bertemu dengan familiar faces: para perwakilan Mazda dari berbagai negara ASEAN. Somehow, saya merasa mereka seperti keluarga. Saya tahu sebagian kisah-kisah pribadi mereka, dan mereka tahu beberapa cerita kehidupan saya. Sepertinya memang ini atmosfer yang ingin dibentuk Mazda.

Mazda merupakan perusahaan relatif kecil dibandingkan dengan brand otomotif Jepang lainnya seperti Toyota dan Honda. Tapi keterbatasan sumber daya ini menjadi kekuatan mereka: less bureaucratic, more principle-driven, and more creative. Just like how functional small families work. Maka ketika Ford Motor Company secara tiba-tiba memutuskan untuk melepaskan dominasi kepemilikan di Mazda dengan 33% saham menjadi 13% pada 2008, Takashi Yamanouchi – CEO Mazda Motor Corporation saat itu – tak menunjukkan kekecewaan sama sekali. Ia malah mengatakan, “This is a godsend.” Yamanouchi melihat peluang untuk menentukan sendiri arah program Sustainable Zoom-Zoom yang diumumkan pada 2007 setelah berpuluh-puluh tahun berada di bawah pengaruh perusahaan mobil asal Amerika tersebut.



Sustainable Zoom-Zoom merupakan visi jangka panjang untuk pengembangan teknologi mereka. Tujuan utamanya adalah “provide all customers with driving pleasure and outstanding environmental and safety performance”. Sounds cliché, right? Hampir semua pabrikan otomotif melontarkan jargon serupa. Tapi Mazda terlihat serius dalam mewujudkannya.

Berawal pada 2011, mereka mengaplikasikan untuk pertama kalinya SkyActiv. Teknologi tersebut berhasil meningkatkan efisiensi bahan bakar dan output tenaga berkat perubahan desain di mesin, transmisi, body dan chassis. Kemudian pada 2013 mereka melakukan langkah besar dengan mengaplikasikan teknologi SkyActiv di semua model yang dipasarkan di global dan memperkenalkan serangkaian teknologi keselamatan yang dinamakan i-Activsense.



Merealisasikan mobil dengan performa keselamatan yang tinggi dan ramah lingkungan tanpa mengorbankan kenikmatan mengemudi bukan perkara mudah. Mazda melakukannya secara bertahap. Setiap tahun mereka melakukan pembaruan teknologi. Hal ini dilakukan tak hanya sebagai proses untuk mendekatkan diri dalam mewujudkan Sustainable Zoom-Zoom, tapi juga agar tetap kompetitif di pasar otomotif. Maka lahirlah berbagai fitur seperti i-Stop (idling stop system), i-Eloop (regenerative braking system), MZD Connect (infotainment system), G-Vectoring Control (meminimalisir G-force yang dirasakan penumpang), i-Activ AWD (torque distribution system) dan beberapa refinement dari teknologi yang sudah ada sebelumnya.

Pada Tokyo Motor Show 2017, Mazda mengumumkan pembaruan visi pengembangan teknologi Sustainable Zoom-Zoom. Masih dengan tujuan utama yang sama, Mazda menjabarkan road map teknologinya (lihat boks) sebelum kehadiran mobil next-generation pada 2030 yang akan memiliki emisi gas buang 50% lebih rendah ketimbang kendaraan produksi 2010. Perubahan besar direncanakan akan terjadi pada 2019 saat SkyActiv-X – mesin yang diklaim akan meningkatkan efisiensi bahan bakar sekitar 20-30 persen ketimbang SkyActiv-G – diterapkan di mobil Mazda.



Tak hanya itu, mereka juga akan merambah dunia hybrid dengan menggabungkan motor elektrik (generatornya menggunakan rotary, mesin yang pernah menjadi andalan Mazda) dengan SkyActiv-X. Pada 2021, Mazda akan memiliki kendaraan plug-in hybrid (PHEV). Sementara itu mereka akan menguji Co-Pilot Concept, teknologi autonomous Mazda, pada 2020 dan akan diaplikasikan pada 2025.

Dari 2007 ke 2017 merupakan waktu yang lama. Begitu banyak yang telah terjadi dalam rentang waktu satu dekade, baik dari sisi bisnis, tren, sampai teknologi. Terkadang waktu yang membuat kita tersesat dari tujuan awal. Tapi tak begitu dengan Mazda. Mereka terus berevolusi di dalam koridor tujuan utamanya dengan teknologi-teknologi baru. Misalnya Co-Pilot Concept.



Ketika pabrikan mobil lain menggarap self-driving cars, Mazda enggan untuk mengembangkan teknologi fully autonomous. Fitur tersebut hanya akan sebagai driver aid dan tak mengambil alih pengemudian dari tangan manusia. Koji Mizuguchi, Staff Manager Product Division MMC, mengatakan alasannya, “Kami ingin memberikan driving pleasure [sesuai tujuan Sustainable Zoom-Zoom> pada konsumen kami. Self-driving cars tak bisa memenuhi itu.”

Apakah keputusan Mazda untuk tidak bermain penuh di pasar mobil fully-computerized akan berhasil pada 2030? Saya tidak bisa memprediksi. Tapi yang saya tahu, dunia yang serba mudah dan otomatis membuat banyak hal menjadi less exciting. It would definitely be nice to have human touch.

MIRAH PERTIWI

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature