Dinilai Tabrak Aturan, PERDIPPI Ajukan Uji Materi Kepmenperin 25/2018
JAKARTA, 11 Maret 2019 -- Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) mengajukan permohonan uji materi terhadap Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib. Peraturan ini dinilai bertentangan dengan peraturan atau regulasi di sektor minyak dan gas bumi.
Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, Paul Toar, mengatakan Kepmen Perindustrian tersebut menabrak aturan yang ada sebelumnya. Diantaranya, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Keppres ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
“PERIDIPPI telah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung tanggal 8 Februari 2019 dengan nomor register 22 P/HUM/2019 terhadap Kepmen tersebut, agar Kepmen tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan regulasi-regulasi yang ada di bidang minyak dan gas bumi,” kata Paul dalam keterangan persnya hari ini, Senin (11/3).
Menurut Paul, Keppres Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas, telah dengan tegas dan jelas menunjuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemegang wewenang pengaturan mutu pelumas. Keppres ini sekaligus memperkuat Keputusan Menteri (Kepmen) Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib Daftar Pelumas Yang Beredar Di Dalam Negeri.
Sebagai pelaksanaan Kepemen tersebut telah diterbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). Regulasi ini, merupakan upaya melindungi konsumen di Indonesia dalam mendapatkan produk pelumas yang berkualitas. Juga menguatkan Peraturan Pemerintah Republic Indonesia No. 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi.
“Sejak diberlakukan 20 tahun lalu hingga saat ini regulasi tersebut terbukti efektif. Hal ini bisa dilihat tidak adanya berita-berita tentang kerusakan mesin akibat pelumas yang tidak berkualitas,” ungkap Paul Toar.
Terlebih, Kemeterian ESDM melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 053 Tahun 2006 tentang Wajib Daftar Pelumas yang Dipasarkan di Dalam Negeri, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2808 K/20/MEM/2006 juga menetapkan standar dan mutu (spesifikasi) pelumas yang dipasarkan di dalam negeri. Regulasi ini sekaligus menjadi dasar ketentuan persyaratan fisika/kimia Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas.
Artinya semua pelumas yang akan dipasarkan di dalam negeri aspek kimia/fisikanya diuji secara lengkap oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dengan 14 parameter. Pengujian tersebut dilakukan sebelum diterbitkan NPT.
PERDIPPI mengatakan ada bebarapa alasan pihaknya menolak materi Kepmen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 tersebut. Karena, memberlakukan SNI Wajib Pelumas terhadap berbagai pelumas kendaraan sejatinya telah dilakukan dalam proses uji untuk mendapatkan NPT.
Tambah lagi, pada ketentuan SNI Pelumas itu ada komponen uji unjuk kerja yang biayanya sangat mahal. Ia menyebutkan biaya pengujian bisa mencapai US$ 1 juta per sampel (Rp 14,3 miliar).
“Sehingga, kalau dipaksakan akan menjadi beban dan tidak terjangkau bagi perusahaan pelumas. Pada akhirnya beban tersebut juga dibebankan kepada konsumen, dan dampaknya akan memberatkan perekonomian nasional,” ungkap Paul.
Bahkan, perusahaan-perusahaan pelumas skala kecil yang hanya melayani kebutuhan spesifikasi khusus mesin akan gulung tikar karena tidak sanggup menanggung biaya pegujian. Jika itu terjadi, bukan hanya industri saja yang menanggung akibatnya, tetapi juga para pengguna produk pelumas karena memiliki dampak ikutan (multiflier effect) yang besar.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, PERDIPPI meminta agar Kepmen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 itu diuji materi, atau dibatalkan.
RAJU FEBRIAN
Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, Paul Toar, mengatakan Kepmen Perindustrian tersebut menabrak aturan yang ada sebelumnya. Diantaranya, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Keppres ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
“PERIDIPPI telah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung tanggal 8 Februari 2019 dengan nomor register 22 P/HUM/2019 terhadap Kepmen tersebut, agar Kepmen tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan regulasi-regulasi yang ada di bidang minyak dan gas bumi,” kata Paul dalam keterangan persnya hari ini, Senin (11/3).
Menurut Paul, Keppres Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas, telah dengan tegas dan jelas menunjuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemegang wewenang pengaturan mutu pelumas. Keppres ini sekaligus memperkuat Keputusan Menteri (Kepmen) Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib Daftar Pelumas Yang Beredar Di Dalam Negeri.
Sebagai pelaksanaan Kepemen tersebut telah diterbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). Regulasi ini, merupakan upaya melindungi konsumen di Indonesia dalam mendapatkan produk pelumas yang berkualitas. Juga menguatkan Peraturan Pemerintah Republic Indonesia No. 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi.
“Sejak diberlakukan 20 tahun lalu hingga saat ini regulasi tersebut terbukti efektif. Hal ini bisa dilihat tidak adanya berita-berita tentang kerusakan mesin akibat pelumas yang tidak berkualitas,” ungkap Paul Toar.
Terlebih, Kemeterian ESDM melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 053 Tahun 2006 tentang Wajib Daftar Pelumas yang Dipasarkan di Dalam Negeri, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2808 K/20/MEM/2006 juga menetapkan standar dan mutu (spesifikasi) pelumas yang dipasarkan di dalam negeri. Regulasi ini sekaligus menjadi dasar ketentuan persyaratan fisika/kimia Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas.
Artinya semua pelumas yang akan dipasarkan di dalam negeri aspek kimia/fisikanya diuji secara lengkap oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dengan 14 parameter. Pengujian tersebut dilakukan sebelum diterbitkan NPT.
Multiflier Effect
PERDIPPI mengatakan ada bebarapa alasan pihaknya menolak materi Kepmen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 tersebut. Karena, memberlakukan SNI Wajib Pelumas terhadap berbagai pelumas kendaraan sejatinya telah dilakukan dalam proses uji untuk mendapatkan NPT.
Tambah lagi, pada ketentuan SNI Pelumas itu ada komponen uji unjuk kerja yang biayanya sangat mahal. Ia menyebutkan biaya pengujian bisa mencapai US$ 1 juta per sampel (Rp 14,3 miliar).
“Sehingga, kalau dipaksakan akan menjadi beban dan tidak terjangkau bagi perusahaan pelumas. Pada akhirnya beban tersebut juga dibebankan kepada konsumen, dan dampaknya akan memberatkan perekonomian nasional,” ungkap Paul.
Bahkan, perusahaan-perusahaan pelumas skala kecil yang hanya melayani kebutuhan spesifikasi khusus mesin akan gulung tikar karena tidak sanggup menanggung biaya pegujian. Jika itu terjadi, bukan hanya industri saja yang menanggung akibatnya, tetapi juga para pengguna produk pelumas karena memiliki dampak ikutan (multiflier effect) yang besar.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, PERDIPPI meminta agar Kepmen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 itu diuji materi, atau dibatalkan.
RAJU FEBRIAN
Featured Articles
- Latest
- Popular
Artikel yang mungkin menarik untuk Anda
Mobil Pilihan
- Latest
- Upcoming
- Popular
Updates
New cars
Drives
Review
Video
Hot Topics
Interview
Modification
Features
Community
Gear Up
Artikel Mobil dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature