FEATURE: Brexit on British Car Industry

FEATURE: Brexit on British Car Industry
The Beatles. Iron Maiden. Black Sabbath. Led Zeppelin. Pink Floyd. Berbagai lagu hasil ciptaan para musisi berotak jenius itu telah mendunia dan masih diakui sampai sekarang. Mereka memiliki kesamaan: mengakui Inggris sebagai tanah airnya. Inggris merupakan negara tua dengan budaya yang kaya. Kekayaan kulturnya mengalir dan tercermin ke dalam berbagai karya masyarakatnya, termasuk di ranah otomotif. Rolls-Royce. Aston Martin. Bentley. Land Rover. Mini. McLaren. Para car enthusiast mengakui kualitas brand-brand yang telah berkontribusi besar terhadap kejayaan industri otomotif di Inggris.

Saat menjadi bagian dari European Union (EU), Inggris dikenal sebagai produsen mobil mumpuni yang memiliki begitu banyak tenaga ahli. Sebagian besar produk yang dibuat di Inggris diminati oleh negara-negara Eropa lain. Setelah Inggris resmi menyatakan diri keluar dari EU (British Exit/Brexit), bagaimana nasib industri mereka nantinya?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana kondisi industri otomotif Inggris dalam setengah dekade terakhir, sebelum dan setelah bergabung dengan EU. Allow me to take you to the time when most of us haven’t been born yet…

Pada 1950, Inggris pernah menjadi negara dengan ekspor mobil terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Kondisi ini terus meningkat sampai puncaknya di era 1960-an. Industri otomotif menyerap satu juta tenaga kerja di Inggris, sekitar lima persen dari total pekerja di negara tersebut.



Tapi dunia berubah. Sayangnya, manajemen pabrikan-pabrikan otomotif besar Inggris tak mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Alhasil mobil-mobil buatan Inggris sering kali gagal memenuhi standar teknik sebagai produk ekspor. Mereka juga tak sanggup bersaing dengan serbuan mobil dari negara lain.

Tak heran, saat itu Inggris belum bergabung dengan EU sehingga tak mendapatkan keuntungan yang didapatkan negara Eropa lain, yaitu pasar tunggal yang memiliki standarisasi hukum bagi seluruh anggotanya. Dengan begitu, Inggris tak memiliki kebebasan dalam ekspor/impor barang, jasa dan modal, serta pergerakan sumber daya manusianya. Bukan berarti negara monarki tersebut tak menyadari benefit EU. Sebelum 1970-an, Inggris sudah dua kali mengajukan diri untuk bergabung (1963 dan 1967) tapi ditolak. Pasalnya Inggris sempat menapik tawaran untuk ikut sebagai salah satu negara pendiri European Economic Community (EEC) – cikal bakal EU – pada 1957.



Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah penurunan industri otomotif Inggris mudah ditebak. Pemerintah Inggris menyatukan manufaktur-manufaktur besar yang masih bertahan menjadi British Leyland. Apakah langkah penyelamatan tersebut berhasil? Ternyata tidak juga. Pasar mereka sudah direbut Ford.

Ketika industri otomotif Inggris sedang terpuruk dalam, Inggris berhasil bergabung dengan EU pada 1973. Perubahan situasi politik ini tak langsung berpengaruh terhadap industri mereka. Setelah perpindahan kepemilikan saham manufaktur Inggris yang rumit dan kerjasama dengan pabrikan dari negara lain (British Leyland Motor Corporation Ltd merger dengan British Motor Holding; keduanya dibeli pemerintah kemudian bernama British Leyland; British Leyland kerjasama dengan Honda dan menghasilkan Rover), secara perlahan industri otomotif Inggris mencapai titik terang. Investasi dari luar mulai berdatangan. Pada Juli 1986, Nissan mengukuhkan dirinya sebagai manufaktur mobil asal Jepang pertama yang membuka fasilitas produksi baru di Sunderland. Di tahun yang sama, Peugeot memulai produksinya di Ryton, Midlands.



Tahun lalu, Inggris memproduksi 1,59 juta mobil yang menyumbang pemasukan negara sebesar £15,5 miliar per tahun dan menyediakan 800.000 lapangan pekerjaan. Inggris juga memegang peranan penting terhadap penjualan kendaraan di Eropa. Dari 80% kendaraan yang diekspor, 57,7% diserap di pasar Eropa. Inggris merupakan rumah bagi tujuh headquarter pabrikan otomotif besar, delapan manufaktur brand premium, tujuh tim Formula One, enam studio desain, 13 pusat R&D dan lebih dari 100 brand spesialis.

Kebangkitan tersebut sekali lagi mendapat tantangan besar. Seperti Anda tahu, 52% penduduknya memilih agar Inggris hengkang dari EU. Artinya, para manufaktur otomotif yang menjalankan bisnisnya dari Inggris tak lagi mendapat jaminan akses bebas biaya untuk ekspor ke pasar terbesar mereka, negara-negara Eropa. Tak hanya itu, harga nilai tukar poundsterling pun ikut turun sehingga mempengaruhi harga mobil. Toyota Motor Corporation memprediksi harga mobil yang diproduksi di Inggris bisa naik 10%. Bahkan CEO Toyota Eropa, Johan van Zyl, mengatakan bahwa mereka akan menimbang ulang investasi di Inggris.



Brexit tak hanya berpengaruh pada harga mobil, tapi juga kesepakatan-kesepakatan lain. Sebelumnya Jaguar Land Rover (JLR) mendapat kesepakatan istimewa – berkat negosiasi dari pihak berwenang Inggris – yang meringankan mereka dalam memenuhi regulasi ketat Eropa mengenai batas emisi pada 2021. Kini setelah tak lagi menjadi anggota EU, JLR tak lagi mendapatkan keistimewaan tersebut. Ketika tulisan ini dibuat, saham Tata Motors (pemilik JLR) turun 12%, penurunan terendah sejak 2012.

LMC Automotive, badan yang menganalisa tren industri otomotif, memperkirakan penjualan mobil di Inggris akan berkurang 120.000 unit tahun ini dan sekitar 400.000 unit per tahun dalam dua tahun ke depan. Dengan begitu, pendapatan para manufaktur akan berkurang sekitar 8 miliar euro atau sekitar US$8,9 miliar.

Tentu saja semua ini masih prediksi. Tapi sejarah telah membuktikan pentingnya peranan EU terhadap industri otomotif Inggris. Sepertinya negara yang pernah menjadi salah satu penguasa dunia ini harus kembali berjuang dalam beberapa tahun ke depan untuk mengembalikan kejayaan mereka di pasar Eropa.

MIRAH PERTIWI

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature