INTERVIEW: Shell Menjawab Setiap Kebutuhan Segmen

INTERVIEW: Shell Menjawab Setiap Kebutuhan Segmen
SEBAGAI orang nomor satu departemen marketing lubricant Shell Indonesia, dunia marketing bukan hal baru bagi diri Andrea Gabriel Pradhana. Mengawali kariernya di dunia marketing dengan ‘berjualan’ shampoo di L’Oreal Paris Hair Care sebagai junior product manager dan juga sempat berjualan (meminjam istilahnya) rokok, Andreas Gabriel Pradhana pernah ditempatkan di Vietnam. Di salah satu negara anggota ASEAN itu ia menjadi marketing director Shell Lubricants selama dua tahun dari 2016 sampai 2018.

Pada Juni 2018, ia pun dipercaya untuk menjadi Marketing Director Lubricants Shell Indonesia dengan memimpin tim untuk ‘membumikan’ brand ini. “Bagi Shell, Indonesia merupakan key market mengingat dari investasi yang ditanamkan Shell Lubricants di sini, potensi pasar dan lain-lain,” ujar pria yang S2nya mengambil jurusan Entrepreneurship, Science and Technology di University of Nottingham, Inggris.

“Basis pengetahuan marketing saya, banyak diperoleh dari pendidikan S2 saya di Inggris, karena pendidikan S1 saya adalah Digital Business dari universitas yang sama, yang mana lebih banyak berurusan dengan programming,” imbuhnya. “Saya sendiri menduduki posisi marketing director Shell Lubricants di Indonesia baru dari Juni kemarin, setelah sebelumnya saya di Vietnam selama dua tahun. Dan saya melihat memang potensi yang dimiliki oleh pasar Indonesia lebih besar. Pastinya setiap pasar dan negara memiliki skala bisnis dan dinamika yang berbeda-beda dan saya mengambil pelajaran dari semua itu.”

Menurutnya, sebagian besar pelumas Shell yang dipasarkan di Indonesia dibuat di Indonesia, meskipun ada beberapa yang masih impor. Shell sendiri sudah memiliki pabrik pemrosesan pelumas di Indonesia sejak tahun 2015 di kawasan Marunda Center, Bekasi, Utara untuk memenuhi pasar konsumen, komersial dan industri. Produk-produk yang dihasilkan adalah Shell Helix, Shell Advance dan lain-lain.

Carvaganza pun mengajak pria kelahiran Jakarta pecinta fotografi dan traveling ini untuk ngobrol lebih jauh tentang dunia industri otomotif yang digelutinya.

Berikut petikannya:

Marketing Director Lubricants Shell Indonesia Andreas Gabriel (Foto: Syaiful Achmad/Carvaganza)

Sebagai marketing director lubricants Shell Indonesia, akan banyak menangani bisnis pemasaran Shell di Indonesia. Bagaimana Anda menyinkronkan background pendidikan Anda dengan profesi Anda sekarang ini?

Terus terang, pendidikan saya di S1 adalah Digital Business yang tidak ada kaitannya dengan dunia profesi yang saya jalani sekarang, pasalnya mostly mengerjakan programming. Namun pendidikan S2 saya adalah yang lebih cocok dengan karier saya sekarang ini. Di mana di S2 itu saya mengambil jurusan entrepreneurship dan entrepreneurship itu end-to-end dengan managing PRL, managing product dan brand management.

Bisa diceritakan mengenai karier Anda, sampai akhirnya menjadi marketing director sekarang ini?

Perjalanan karier saya cukup panjang ya dan semuanya berhubungan dengan dunia marketing. Pertama kali saya jualan shampoo (Junior Product Manager: L’Oreal Paris Hair care), setelah itu saya berjualan rokok (Sr. Brand Manager: Dunhill White & Dunhill Mild Kretek) dan setelah itu saya jualan oli di Shell Lubricants. Jadi sebetulnya sama di dunia marketing,  tetapi produknya berbeda-beda. Selain perbedaan, juga memiliki tantangan masing-masing. Namun platformnya sama, yakni di dunia marketing.

Berapa banyak varian produk Shell Lubricants yang sudah diproduksi di Indonesia?

Banyak sekali dan kita pada dasarnya menjawab setiap segmen yang ada dari mulai kebutuhan oli industri, consumer dan juga commercial. Jadi kami menjawab kebutuhan di setiap segmen yang ada.

Oh iya, Shell juga memproduksi oli khusus untuk mobil low-cost green car (LCGC), apakah oli itu memang berbeda kandungannya dengan mobil non-LCGC?

Oli itu mayoritas kandungannya adalah base oil. Base oil-nya cenderung sama, namun additive-nya yang berbeda. Khusus untuk LCGC, actually kami melakukan pendekatan yang berbeda, pendekatannya itu adalah melalui kebutuhan konsumen. Konsumennya seperti apa dan mereka membutuhkan oli seperti apa. Sebetulnya kalau untuk LCGC mereka membutuhkan oli yang encer dan kalau kami melihat pasar, oli yang encer yang affordable itu belum ada.

Dan secara kapasitas mesin, untuk LCGC kan memang 1.000 - 1.200 CC dan membutuhkan 3,5 liter oli, tidak 4 liter seperti mobil kebanyakan. Produk ini adalah satu-satunya produk oli yang 3,5 liter karena untuk mobil LCGC.



Artinya dari segi strategi dan komunikasi dengan konsumen untuk oli ini juga berbeda dengan oli Shell lainnya untuk mobil premium atau di atasnya?

Secara brand platformnya sih sama kita ingin memberikan yang terbaik kepada konsumen. Tapi karena target marketnya berbeda, touch point-nya juga berbeda. Karena komunitasnya juga berbeda, konsumennya juga berbeda, karakter konsumennya juga berbeda.

Jadi oli khusus untuk LCGC itu diperuntukkan bagi semua brand mobil di Indonesia yang memasarkan LCGC-nya di sini?

Betul, oli itu tidak spesifik untuk satu brand, melainkan untuk semua LCGC dengan kapasitas mesin 1.200 CC. Jadi produk ini memang didesain khusus untuk LCGC 1.200 CC ke bawah.

Apakah oli untuk mobil LCGC ini dibuat dan diproses di Indonesia?  

Ya, kami buat di sini khusus LCGC Indonesia. Namun untuk beberapa oli mobil premium kami masih mengimpornya. Tetapi kebanyakan sudah kami buat di Indonesia.

Di mana lokasi pabriknya?

Di Marunda, Jakarta Utara. Kami membangun pabrik tersebut pada tahun 2015 dan kebanyakan oli yang dipasarkan di Indonesia kami buat di pabrik kami di Marunda. Kapasitas produksinya 136 juta liter per tahun. Kami juga menjadi brand internasional pertama di sektor otomotif yang mendapatkan SNI.



Kapan oli LCGC ini mulai dikeluarkan?

Pada bulan Juni 2018, masih baru banget. Dan kami merasa optimistis penjualan oli ini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya penjualan mobil di segmen tersebut.

Bagaimana dengan kasus pemalsuan oli di Indonesia, apakah Shell juga menjadi korban pemalsuan?

Memang ada beberapa laporan yang masuk kepada kami dan kami menanggapi pemalsuan ini dengan sangat serius. Kami dari Shell sangat perduli terhadap kualitas produk dan kepuasan konsumen kami. Untuk mengatasi ini, Shell Helix memperkenalkan teknologi Jam Jar, yakni berupa komponen yang diletakkan di kemasan botol pelumas Shell Helix dan jika dibuka akan terdapat QR Code yang unik. Jadi bengkel akan men-scan dan memberitahu konsumen jika oli ini palsu atau asli. Teknologi ini sudah terdapat di semua produk pelumas Shell Helix untuk mobil, tapi untuk oli motor belum.

Bagaimana Anda mendeteksi pemalsuan tersebut?

Pendeteksiannya random, bisa di kota besar maupun kota kecil. Tapi dengan adanya kasus-kasus ini kami melihat teknologi Jam Jar bisa mengatasi kasus-kasus pemalsuan oli kami karena bengkel bisa mengecek sendiri ini oli palsu atau asli. Dan penyecanan itu bisa dilakukan di bengkel umum atau bengkel resmi di mana konsumen mengganti oli kendaraannya.

Nah, bagaimana Anda mengenalkan teknologi Jam Jar tersebut ke bengkel-bengkel dan membangun kesadaran tentang pemakaian oli asli kepada konsumen?

Kuncinya sebetulnya di komunikasi. Kami mensosialisasikan tentang Jam Jar ini ke bengkel-bengkel. Kami juga memasang poster-poster besar di bengkel umum yang mengingatkan konsumen untuk berkomunikasi dengan mekanik bengkel tentang oli Shell Helix yang mereka gunakan. Kami mendorong konsumen untuk mengganti oli Shell Helix di bengkel yang bisa men-scan sehingga bisa dipastikan keasliannya.

EKA ZULKARNAIN

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature