ROAD TEST: Hyundai Ioniq Electric, Kombinasi Fun, Irit dan Praktis (Bagian 2)

ROAD TEST: Hyundai Ioniq Electric, Kombinasi Fun, Irit dan Praktis (Bagian 2)
JAKARTA, Carvaganza.com - Mobil listrik sudah dikenal luas memiliki performa yang kencang dan menyenangkan untuk pengemudi. Hyundai Ioniq Electric kini menjadi salah satu mobil bertenaga litrik penuh yang sudah didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh pabrikan. Namun sebagai catatan, mobil ini belum dirilis ke pasar retail, jadi belum bisa dimiliki oleh konsumen pribadi. Setelah mengeksplorasi spesifikasi dan bagaimana desain Ioniq Electric yang hadir di Indonesia, kini waktunya untuk mengujinya di jalan. Kami mencobanya dengan berkendara di dalam kota Jakarta, dan sesekali menuju BSD melalui jalan tol juga. Ioniq memang dirancang lebih sebagai mobil untuk transportasi di dalam kota. Tekan tombol starter, lalu tekan tombol D, release rem parkir, dan melajulah Ioniq Electric dengan heningnya. Sangat hening bahkan sejak sistem dinyalakan atau seperti kondisi mesin distarter. Karena memang motor listirk tidak akan menghasilkan getaran atau suara saat kondisi diam atau idle. Ini menjadi sebuah catatan tentunya untuk siapa saja yang belum pernah memiliki pengalaman dengan mobil listrik. Untuk saya sendiri ini juga pengalaman perdana mengulan mobil full electric.

Driving experiences

Lajunya halus, hening, boleh dibilang sehalus mengendarai sedan premium buatan Jerman, meski Ioniq berdimensi tidak lebih besar daripada Honda Civic. Kecuali Anda berada di ruang tertutup yang tidak berisik, baru bisa sedikit mendengarkan dengingan motor listriknya saat melaju. Jangan harap bisa rasakan suara melengking seperti saat menonton balap Formula E. Penyaluran daya yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan input yang diberikan ke pedal gas. Presisi, juga tanpa jeda, bahkan sekecil apapun tekanan yang diberikan langsung terasa perubahannya. Sedikit iseng saat masih di jalanan dalam kota Jakarta, saya injak pedal gas sekitar ¾ , tidak lama speedometer sudah tunjukkan angka 80 km/jam. Kencang juga! Karakter chassisnya terasa kokoh dan rigid, lebih karena redaman suspensinya yang keras. Mungkin karena untuk menahan bobot yang lebih berat dari mobil konvensional, sampai 1.575 kilogram. Apalagi mengingat seluruh baterai ditempatkan di bagian dasar mobil. Tapi dengan begitu memberi kelebihan pada Ioniq, yaitu handling lebih stabil dan center of gravity yang lebih baik. Meski setirnya sangat ringan khas electric power steering, ketajaman handlingnya bisa dibandingkan dengan hatchback sport. Untuk pengguna yang kekinian atau milenial sekalipun, kabin Ioniq Electric sudah bisa memenuhi kebutuhan ‘anti-bosan’ saat perjalanan. Layar sentuh 8 inci di dashboard sudah mendukung fungsi Apple CarPlay dan Android Auto. Lalu ada juga dek wireless charging di sebelah tombol ‘transmisi’, yang posisinya tidak memakan tempat di konsol tengah, praktis. Fitur lain yang turut memudahkan saat mengemudi adalah cruise control dengan tombil pengontrol di setir, namun sayangnya belum dilengkapi fungsi adaptif.

Mode pengendaraan

Kembali lagi soal pengendaraannya, tentunya sangat asik menguras kemampuan motor listriknya saat ingin menyalip kendaraan lain di jalan. Belum lagi dengan laju stabilnya, yang nyaris tanpa gejala limbung saat manuver cepat. Boleh diadu saat melaju di jalan tol yang lancar. Kalau mau lebih maksimal lagi, bisa pindah driving mode ke Sport, yang akan luapkan tenaga lebih juicy. Tersedia empat driving mode di Ioniq Electric; Normal, Sport, Eco, dan Eco+. Tentunya tidak perlu dijelaskan lagi apa maksud dan fungsi dari masing-masing mode tersebut. Kalau ingin menikmati sensasi fun menggeber maksimalnya, pasang saja mode Sport. Motor listirk akan langsung sediakan semua daya yang sanggup dikerahkan. Mode ini hanya membuat motor listrik lebih galak, serta setir yang terasa lebih berat. Meski bukan diciptakan sebagai mobil sport, Ioniq Electric sangat menyenangkan diajak bermain dalam mode Sport. Terlebih karena karakter suspensinya keras dan memiliki bobot yang terpusat di bawah chassis, kedinamisan pengendaliannya sangat terasa. Berakselerasi, mengerem keras, sampai menekuknya tajam di setiap tikungan sangat mudah dan adiktif. Seandainya Hyundai memberikan velg lebih lebar dan ban yang lebih bagus, pasti kesenangannya akan lebih. Kemudian bicara soal mode Eco, tentu performa motor listrik akan ditekan seminim dan seefisien mungkin demi menghemat konsumsi energi. Yang sangat terasa beda adalah sistem akan memberikan efek seperti engine brake saat pedal gas dilepas di tengah mobil melaju. Ini adalah kerja dari sistem regenerative brake, yang mengolah ulang energi terbuang dari proses deselerasi. Jadi, daripada energi terbuang percuma saat meluncur (coasting), panas dari rem dan motor listrik akan diambil dan menjadi tambahan energi ke baterai. Saat aktifkan mode Eco+, efek regenerative brake ini akan semakin kuat. Jadi, regenerasi energinya bisa lebih padat. Sebelumnya, cara mengaktifkan Eco+ adalah dengan menekan tombol Drive Mode dan ditahan beberapa detik setelah sudah masuk ke mode Eco. Pada mode ini, laju mobil akan semakin ditahan, dan AC secara default berfungsi hanya sebagai fan, tanpa mendinginkan kabin. Walaupun sebenarnya bisa juga kita aktifkan kompresor pendingin secara manual dalam mode Eco+. Kembali lagi ke regenerative brake, fitur ini bisa digunakan juga selain di mode ekonomis. Baik di Normal dan Sport, tetap bisa dinikmati. Caranya adalah dengan menggunakan paddle-shifter di balik setir. Bukan untuk meningkatkan kecepatan, melainkan membuat mobil semakin lamban dengan tiga level kekuatan ‘engine brake’. Semakin tinggi level yang dipilih, semakin kuat pula efek yang diberikan, dan semakin besar energi yang didaur ulang ke baterai. Mungkin di dunia balap seperti Formula E, LMP1, dan F1 bermesin hybrid, operasi ini bisa disamakan dengan teknik “lift and coasting”. Jadi sebelum mengerem ke tikungan, pembalap menyisakan jarak untuk melepas gas beberapa saat, sebelum melakukan pengereman. Jadi paddle-shifter di Ioniq Electric berfungsi untuk mengatur seberapa besar regenerasi energi yang didapat saat mengurangi kecepatan, bukan membuat performa output lebih optimal di setiap gigi. Lalu kita bicara soal seberapa efisien konsumsi energi listrk dari Ioniq Electric. Baterai 38,3 kW yang diusungnya diklaim sanggup digunakan untuk menempuh perjalanan sampai sejau 373 kilometer. Menrutu hasil pengujian, konsumsi energi rata-rata Ioniq Electric adalah 138 Wh/km. Jika dikonversi, angka tersebut sama dengan 0,128 kWh/km. Jika output motor listrik dan angka konsumsinya dikonversikan ke mesin bakar, maka 0,138 kWh/km setara dengan 64,5 km/liter. Tentunya selisih angka yang drastis bila dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar rata-rata mobil bermesin bakar. Kemudian saat akan mengisi ulang (recharge) baterainya, Ioniq Electric bisa menggunakan dan memanfaatkan berbagai fasilitas aliran listrik. Contohnya untuk di rumah, saat menggunakan portable charger bawaan dari Hyundai, yang bisa mengisi penuh baterai paling cepat dalam waktu 7 jam. Ini tentunya agar aliran listrik yang diambil tidak terlalu besar. Ada beberapa pilihan besaran ampere dari portable charger ini. Yang terkecil, 8 A, perlu waktu charging dari sekitar 20% ke penuh lebih dair 24 jam. Di kawasan Jabodetabek sendiri, sudah tersedia beberapa fasilitas charging station yang dibangun di mall dan perkantoran. Bahkan beberapa di antaranya memiliki fasilitas ultra-fast charging. Tentunya ini bisa dimanfaatkan saat sedang menghabiskan waktu senggang saat berbelanja atau di antara perjalanan berangkat dan pulang kantor. Saat mencoba fasilitas fast charging, perangkat menyediakan daya sebesar 50 kW (DC). Dengan angka tersebut, mengisi baterai dari 0 sampai 80% bisa dilakukan hanya dalam waktu 57 menit, tidak sampai 1 jam. Berarti, dengan ultra-fast charging, waktu pengisian akan semakin singkat lagi. Namun, sejauh ini ultra-fast charging baru dimiliki oleh Kantor PLN, seperti di Gambir, Jakarta Pusat dan Bulungan, Jakarta Selatan. Hitung-hitungan biayanya, saat ini PLN menetapkan tarif listrik Rp 1.467 per kWh. Artinya, untuk mengisi ulang baterai Ioniq Electric sampai penuh, dibutuhkan biaya Rp 56.186, tidak sampai Rp 60.000. biaya segitu untuk bisa menempuh perjalanan sampai 350 kilometer lebih sudah termasuk sangat hemat. Bandingkan dengan hatchback 1.500 cc, katakanlah dengan tangki BBM 45 liter, artinya harus membayar kurang lebih Rp 450.000 untuk isi penuh bensin (RON 92). Jarak tempuh yang bisa dicapai mungkin maksimal hanya 800 kilometer. Jadi, kalau dibandingkan dengan mobil yang sekiranya berdimensi dan segmen yang setara, Ioniq Electric sudah jauh lebih ekonomis untuk konsumsi energinya. Apalagi sensasi berkendaranya bisa dibilang lebih menyenangkan saat dipacu kencang. Kekurangan yang menjadi kendala untuk bisa beredarnya Ioniq Electric adalah infrastruktur pendukung kendaraan listrik di Indonesia saat ini. Kalau bukan di rumah, fasilitas charging baterai mobil belum banyak tersedia di tempat umum. Tapi seharusnya bukan masalah bersar kalau hanya digunakan komutasi di dalam kota. Berapa harganya, kita tunggu saja sampai Hyundai benar-benar merilisnya ke pasar retail nanti. Diperkirakan akan berkisar Rp 500-600 juta. (Tamat) WAHYU HARIANTONO FOTO: SETIONO

Featured Articles

Read All

Artikel yang mungkin menarik untuk Anda

Mobil Pilihan

  • Upcoming

Updates

Artikel lainnya

New cars

Artikel lainnya

Drives

Artikel lainnya

Review

Artikel lainnya

Video

Artikel lainnya

Hot Topics

Artikel lainnya

Interview

Artikel lainnya

Modification

Artikel lainnya

Features

Artikel lainnya

Community

Artikel lainnya

Gear Up

Artikel lainnya

Artikel Mobil dari Oto

  • Berita
  • Artikel Feature
  • Advisory Stories
  • Road Test

Artikel Mobil dari Zigwheels

  • Motovaganza
  • Tips
  • Review
  • Artikel Feature